Laporan : Karmila Bakri
Muh. Fadil (2) anak bungsu dari dua bersaudara ini lahir tanpa lubang anus, kakaknya bernama Siti Nufatin (4), buah pasangan dari Saleh(25) dan Ecce(24). Menurut Ibu Muh.Fadil selama dalam kandungan tidak pernah merasakan kelainan dalam kandungannya, hanya saja kandungannya lewat, 10 bulan dikandung Muh. Fadil pun lahir.
“Bapak lingkungan juga tidak mengetahui kalau anak saya ini keadaannya seperti ini, karena sayapun tidak pernah melaporkannya, adapun saran bapak lingkungan Jambutua, agar sekiranya cepat saya urus pemindahan domisili,karena Kartu Keluarga (KK) yang digunakan masih berstatus di Desa Batetangnga, hal ini penting demi kelengkapan administrasi agar memberi kemudahan untuk mendapatkan bantuan sosial”. Ungkap Saleh yang hampir 3 tahun lamanya berdomisili di lingkungan Jambutua, Kelurahan Darma, Kecamatan Polewali, Kabupaten Polman, Saleh menyampaikan
Saleh juga menyebutkan bahwa himpitan ekonomilah sehingga dia berpindah, dimana tempat tinggal awalnya berada di Dusun Ato Rea, Desa Batetangnga, Kecamatan Binuang, Kabupaten Polman.
Menurut Saleh memilih tinggal di Lingkungan Jambu tua, Kelurahan Darma, Kecamatan Polewali adalah pilihan yang tepat, karena beliau dapat melakoni kerjaan sebagai buruh sungai, Saleh ingin hidup mandiri bersama isteri dan kedua anaknya, meski penghasilannya tiap hari kadang Rp. 30.000-Rp.50.000
Awalnya beliau menyewa rumah dengan beban sewa sebesar RP.200.000 perbulan selama 6 bulan, karena tidak mampu lagi membayar sewa rumah akhirnya berpindah lagi dan menumpang di rumah salahsatu warga tanpa dibebani sewa, hanya dibebani biaya listrik, selama 8 bulan menetap, akhirnya memilih pindah lagi menyewa rumah kosong dimana beban sewa sebesar Rp. 150.000 perbulan. Selama 5 bulan mendiami rumah sewa ini akhirnya tidak mampu lagi membayar biaya sewa, karena malu ditagih akibat tunggakan sewa rumah, beliaupun memilih untuk meninggalkan rumah itu.
Masyarakat sekitar pinggiran sungai merasa peduli terhadap nasibnya, rasa empati pun mengalir dari rekan kerjanya sesama buruh sungai, di atas tanah warga, beliau mendirikan rumah yang berukuran kurang lebih 3×4 meter, mendapatkan tanah dari empati masyarakat.
Membangun rumah dengan hasil gotong- royong warga sekitaran sungai, ada yang menyumbang atap, balok, papan, hingga berdiri utuh rumah yang sangat sederhana. Di rumah inilah beliau menetap, meski status tanah pinjaman. Adapun fasilitas listrik, diperolah dari tetangga, dengan hanya dibebani biaya pulsa listrik.
Kebutuhan pokok adik Muh. Fadil adalah kantong plastik (pembuangan sementara), sehari semalam memakai 2 kantong plastik dimana harganya sebesar Rp. 136.000. Kata ibunya dipakai satu untuk siang hari dan satu lagi untuk malam hari. Jadi kalau habis beli lagi di apotek. Diluar dari biaya makan tiap hari dan kebutuhan pokok rumah tangga lainnya, penghasilan Rp. 50.000 perhari tidak mampu memenuhi semua kebutuhan rumah tangganya.
Menurut Saleh disela-sela wawancara “Rencana kasian mau dibawa ke Makassar untuk menjalani operasi, yah sekitar tanggal 20-an, kalau adaji kasian rejekinya anakku”.tutur Saleh ayah Muh.Fadil dengan optimis menginginkan anaknya segera sembuh.
Namun diakhir wawancara kami menyarankan agar beliau segera membuka rekening Bank agar lebih memudahkan para donatur yang ingin berdonasi.