Mereka Belajar Makna Rindu

Oleh: Sudirman Syarif

PUTRI. Gadis 23 tahun, baru saja keluar dari ruang kerjanya di Kantor KPU Provinsi Sulawesi Barat. Tugas-tugasnya selesai dikerjakan pekan ini. Dua hari ini mungkin menikmati hari libur bersama teman-teman sebelum kembali masuk kantor, namun tidak untuk keluarga.

Sudah beberapa bulan Putri Nurjanna Muhammad menetap di Kota Mamuju, sejak dinyatakan lulus Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dalam seleksi umum Tahun 2020. Saat itu pula perempuan kelahiran 1998 ini, belajar arti rindu, jauh dari keluarga. Juga nikmatnya saat pulang ke rumah bertemu orang tuanya di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

Semasa kuliah di Politeknik Negeri Ujung Pandang (PNUP) jurusan akuntansi, jarak kampus dengan rumah orangtua relatif dekat, memudahkan pulang pergi kuliah dari rumah ke kampus, tanpa harus berlama-lama berpisah keluarga.

”Sedih sekali, langsung berubah seratus persen itu keadaan. Tidak kayak biasanya, setiap Ramadan ngumpul makan satu meja, setiap hari buka puasa bersama, sahur bersama,” kata Putri melempar senyum yang sedang melawan rindu, Jumat (21/5/2021).

Duduknya santai, nyaman di sofa cokelat, namun bola matanya masih menyimpan gejolak lebih dari sekedar rindu. Bisa berkumpul ibu bapaknya, kakak perempuannya yang juga merantau jadi CPNS di Ambon, Maluku. Bukan hanya melepas kangen seperti Lebaran lalu, silahturahmi lewat daring yang kurang bermakna.

Di kursi ini, ia sering menanti sahabatnya, menunggu lalu pulang jalan kaki bersama. Dia adalah Maya, satu angkatan Putri berasal dari pulau seberang yang dipimpin menantu Presiden Joko Widodo Bobby Afif Nasution, Medan, Sumatera Utara. Juga tak pulang. Mereka tak berdua, seangkatannya ada Eca, Enny, dan Riski yang juga mudik.

Rindunya memuncak sepulang salat Idul Fitri di Masjid Darussalam Jalan Soekarno Hatta, jika saja Lebaran digelar bersama keluar, makanan khas Lebaran kari ayam dari ibunya, tentu telah siap menanti di meja makan. Lezatnya masakan ibu.

“Terasa sekali bedanya, tahun ini sama tahun kemarin. Sedih sekali, sampai H-1 Lebaran video call berempat, sampai nangis -nangis. Rindu sekali moment saat Lebaran, pulang salat makan kari. Ini tidak ada,” ingatnya.

Baju Lebaran yang dibelinya, dikenakan mengunjungi beberapa pimpinan kantor untuk bersilaturahmi. Itu yang membuat ia merasa bersyukur. Karena sedikit mengobati suasana Lebaran bersama, jika hanya di kamar kos, akan sangat terasa berbeda.

“Karena ikuti aturan, mau tidak mau, suka tidak suka, harus dipatuhi, harus diikuti. Apalagi sebagai ASN, kayak lebih ada rasa tanggung jawab sendiri untuk ikut aturan. Tanggung jawab juga, terus di perjalanan juga kita tidak tahu,” tuturnya.

Jika ada waktu libur, dia sangat ingin pulang, sekedar menunaikan rasa rindu Ramadan dan Lebaran yang terlewatkan. Selagi ada kesempatan, ia benar-benar ingin bertemu keluarganya. Sesuai aturan jika sudah diperbolehkan, disempatkan, akan diluangkan waktu.

Semasa menjalankan salat Idul Fitri, kesehatannya tetap menjadi yang utama, ia patuh menerapkan protokol kesehatan yang ketat, memakai masker, cuci tangan. Selama salat tidak buka masker, tidak salam, tidak banyak berbicara, setelah pulang ganti baju.

Ia terakhir pulang di awal Ramadan. Dan melepaskan rindu yang akan ia jaga sampai setelah Lebaran 1442 Hijriah. Karena ia telah menduga, tak akan ada tradisi mudik tahun ini, sama Lebaran tahun lalu.

Ucapan maaf diutarakan lewat obrolan WhatsApp dan video call, bukan hanya kepada ibu, bapak dan kakaknya. Tetapi kepada teman-temanya. “Mohon maaf lahir batin, maaf belum bisa pulang.”

“Wih rindu, mau pulang, namun keselamatan dan aturan dan saling menjaga. Saya jaga diriku dan jaga keluargaku, ya mau tidak mau, suka tidak suka, harus diterapkan,” tutupnya.

Kisah Putri, hanya satu dari sekian banyak pegawai kantor KPU Sulbar yang tidak pulang saat Lebaran dan Ramadan, untuk mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Juga untuk keselamatan bersama.

Abd. Wahid Rasyidin bersama istrinya Munira Hamzah, merasakan hal yang sama, melawan rindu, Lebaran di rantau. Wahid satu tahun lebih awal bekerja di KPU Sulbar.

Pasangan yang belum lama ini menikah mengungkapkan, wabah Covid-19 menjadi sebab untuknya merasakan hari raya di tanah rantau selama dua tahun berturut.

“Rindu yang memuncak kepada keluarga, khususnya kedua orangtua. Terpaksa harus tertahan demi menjaga keselamatan bersama,” kata alumni Unhas jurusan ilmu pemerintahan ini.

“Sedih karena mengingat mereka sudah lanjut usia. Namun tidak bisa mendampinginya di hari raya dan bersilaturahmi secara langsung dengan mereka. Sehingga ucapan maaf dan meminta doa restu dari mereka hanya bisa melalui telepon,” tutupnya.