Moch. Ferdi Al Qadri, Insight Mandarnesia
AKU pernah diingatkan agar resensi yang kutulis tidak membuat pembacanya merasa cukup. Maksudnya, setelah membaca tilikanku, seseorang lantas mengurungkan niat membaca buku yang kuulas. Sebab, mereka (merasa) sudah tahu isinya.
Dia, si pemberi tanda seru, mengatakan demikian di awal pembelajaran kami mengenai cara meresensi buku. Kukatakan padanya bahwa aku sedang mencoba membuat catatan-catatan mengacu bacaanku di Instagram. Namun, kataku, dengan cara yang berbeda dari yang lain.
Tak ada skala penilaian 1 sampai 5. Juga tak gamblang menulis “buku ini recomended buat kamu yang bla bla bla.” Pula, aku ingin lebih akrab dengan huruf-huruf, bukannya stiker atau emoticon atau apa pun namanya. Penulisan seperti ini banyak dilakukan para bookstagram.
Begitulah. Sampai saat ini buku yang telah khatam, lalu kutulis ulasannya, tak selalu jadi tokoh utama.
Pada suatu hari, kupinjamlah buku Inilah Resensi: Tangkas Menilik dan Mengupas Buku (2020) dari seorang wartawan.
Sebelumnya, aku telah membaca Inilah Esai: Tangkas Menulis Bersama Para Pesohor (2019). Juga kucomot dari rak buku di rumahnya.
Buah tangan Muhidin M. Dahlan yang istimewa (tertulis limited edition) itu berisi tata cara membuat resensi yang baik dan benar, yang sopan dan santun, yang kritis dan tajam, yang garang dan melawan, dan masih banyak yang ini dan itu lainnya. Tak mungkin kusebutkan satu persatu.
Dari buku putih itulah aku mengerti beberapa tips dan resep dalam meresensi buku. Belum juga menganggukkan kepala mengiyakan tips nomor 2 di halaman 16, jidatku sudah kena tepuk tangan kanan. Bukan untuk menganiaya nyamuk yang tak ada di situ, melainkan karena tips sebelumnya.
Tak jadi soal buatku bila tipsnya hanya satu kalimat ini: “Tentukan buku yang diresensi.” Yang membuatku muskil ialah 14 kata setelah titik yang pertama: “Diutamakan yang terbit dalam rentang dua tahun belakangan jika dikirimkan untuk media (koran/majalah).” Plak.
Sudah cukup lama aku tak belanja buku sebab alasan pribadi (yang tentu tak perlu kutuliskan di sini). Artinya, satu kriteria yang menambah peluang resensi dimuat oleh koran/majalah hangus begitu saja. Tentu saja bukan berarti tertolak sama sekali.