Reporter: Sudirman Syarif
MAMUJU, mandarnesia.com — Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menyebut, kasus buaya menyerang manusia di sungai Budong-budong, Mamuju Tengah, Sulbar disebabkan beberapa faktor. Diantaranya rantai makanan yang mulai menipis di wilayah tersebut.
“Salah satu penyebab buaya menyerang manusia itu karena mungkin habitatnya sudah terganggu. Termasuk rantai makanan yang sudah semakin berkurang dan terdesak oleh aktivitas manusia,” kata Kepala Konservasi Wilayah I Mamuju Muhammad Hasan kepada mandarnesia.com, Rabu (26/8/2020).
Yang kedua, kata dia, buaya pada musim-musim tertentu akan muncul, dan ganas. Misalnya pada saat musim kawin.
“Beberapa hari lalu kami juga sudah ke Mateng, melakukan sosialisasi ke masyarakat, pemasangan spanduk larangan beraktivitas di sungai yang bisa mengandung resiko. Ini sebenarnya bukan hanya tugas baik BKSDA, tetapi tugas bersama pemerintah setempat mulai dari tingkat bawah, desa hingga pemerintah kabupaten,” ungkapnya.
Menurutnya, kalau masyarakat tidak melakukan perubahan pola kebiasaan seperti buang hajat di sungai, akan memungkinkan sering terjadi konflik.
Hasan membantah jika dikatakan pihak BKSDA akan melakukan penjemputan buaya di Mateng untuk di karantina. “Saya ingin klarifikasi terkait dengan penangkaran buaya di Mateng, sebenarnya kita tidak pernah ada komunikasi dengan teman-teman di Mateng, bahwa akan menyerahkan. Kemudian kami akan menjemput, tidak ada seperti itu,” kata Hasan.
Ia menguraikan, jika ingin memindahkan satwa dari tempatnya asalnya ke tempat lain ada prosedurnya dan akan menimbulkan masalah baru. “Kalau misalnya kita akan mengevakuasi ke tempat lain ke mana?”
“Kita tidak memiliki karantina buaya, yang ada kami hanya tempat transit. Mungkin itu salah satu solusi sebenarnya, ada penangkaran buaya di sana. Tapi itu mungkin dengan biaya besar. Butuh investor yang orientasinya juga pasti orientasi bisnis,” katanya.
“Tapi kalau misalnya ditanya, biarkan buaya itu hidup di habitatnya,” tutupnya.
Foto: FB Ahmad Hanif Budi Susilo