Mendagri Ingatkan Politisasi Birokrasi

Mendagri Ingatkan Politisasi Birokrasi -

JAKARTA – Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengingatkan tentang netralitas pegawai negeri sipil dalam pemilihan kepala daerah, maupun dalam pemilu legislatif dan pemilihan presiden. Para birokrat, harus netral. Ada sanksi bagi yang tidak netral.

Tjahjo menegaskan itu di Jakarta, Selasa (2/1/2018). Menurut Tjahjo, Menpan dan RB, telah mengeluarkan surat edaran B/71/M.SM.00.00/2017 perihal Pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2018, Pemilu Legislatif Tahun 2019, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019. Surat Menpan itu yang jadi dasar pengenaan sanksi bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang tidak netral.

“Dasar kami adalah surat edaran Menpan. Sekarang tinggal follow up-nya. Intinya kalau misalnya nanti ada bukti, seorang PNS atau ASN tidak netral, akan ditindak lanjuti. Tentu, surat edaran Menpan yang jadi pedoman,” kata Mendagri disitat mandarnesia dari laman kemendagri.

“Ini sebagaimana ketentuan yang ada pada Menpan. Kalau itu laporannya diserahkan ke Kemendagri,  kami akan serahkan kepada Menpan. Seperi tahun kemarin ada 9 orang yang kena sanksi sampai di tingkat sekda,” kata sang Menteri.

Sanksinya bagi ASN tidak netral, kata Tjahjo, bervariasi. Tergantung berat pelanggarannya. Sanksi bisa berupa penurunan pangkat, dipindah dan sebagainya. Kemendagri tetap konsiten bahwa netralitas itu penting. Tidak hanya netralitas, pihaknya juga kata Tjahjo,  mengawasi anggaran.

“Jangan sampai APBD digunakan petahana yang maju lagi. Termasuk fasilitas negara, aset daerah juga sama. Memang yang sulit dibuktikan itu adalah money politic. Tetap pengawasan KPU, Bawaslu, kepolisian. Hanya itu kan kalau tertangkap tangan, ada aduannya. Kami imbau masyarakat mengadu kalau ada politik uang,” tuturnya.

Terkait ASN yang tidak netral, kata Tjahjo, kembali kepada political will kepala daerah yang maju. Walaupun kerap kali ada oknum-oknum PNS yang berspekulasi. Misalnya, terang-terangan mendukung calon tertentu, dengan harapan siapa tahu menang, lalu imbalannya adalah jabatan.

“Misal, saya terang-terangan dukung, siapa tahu menang, saya akan dapat jabatan,” katanya.

Politisasi mesin birokrasi, menurut Tjahjo, kerap terjadi, ketika kontestasi politik digelar. Misalnya, zaman Orde Baru, mesin birokrasi efektif untuk memenangkan kontestasi politik. Di era Orde Baru,  ada jalur B atau jalur birokrasi. Dan ini sangat efektif.

“Era reformasi ini kan, TNI dan Polri jelas netral, maka sekarang kuncinya di birokrasi,” ujarnya. (hms/otk/dagri)

Foto: Kementerian Dalam Negeri