Membaca Ulang “Teologi Kemiskinan”

Dr. Aco Musaddad. HM

Kemiskinan merupakan salah satu masalah terbesar dunia sekarang ini. Banyak orang hidup di bawah garis kemiskinan. Pendapatan yang tidak cukup memenuhi kebutuhan dasar. Akibatnya mereka terancam tidak dapat menyekolahkan anak, kasus gisi buruk dan masalah sosial ekonomi lainnya dipastikan bermunculan.

Kemiskinan memiliki ragam bentuk, yang paling mendasar adalah kemiskinan ragawi, yaitu seseorang yang tetap bekerja keras banting tulang tetapi tetap saja tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara maksimal. Kemudian kemiskinan pola pikir, yaitu ketika seseorang tidak mampu menggunakan sumber dayanya untuk keluar dari kemiskinan .

Cendekiawan Muslim Kontemporer Prof. Yusuf Qardhawi mengatakan banyaknya kalangan memandang kemiskinan dalam berbagai sudut pandang yaitu:

Pertama. Kelompok Pengkultus Kemiskinan: adalah kelompok yang terdiri dari kaum zuhud, rahib dan mereka yang mengaku sebagai kaum sufi dan taqassyuf (tidak menyukai kesenagan dunia), menurut kelompok ini bahwa kemiskinan bukanlah sesuatu yang buruk untuk dihindari serta bukan pula sebuah permasalahan yang perlu diributkan untuk dicarikan solusinya. Kemiskinan merupakan anugerah dari Allah yang diberikan kepada hambanya yang dicintai, agar hatinya mengingat kehidupan akhirat.

Kedua. kelompok Jabariah: Pada kelompok ini berbeda dengan pertama, mereka beranggapan bahwa kemiskinan merupakan bencana dan keburukan, tetapi sebuah ketentuan dari langit yang tak bisa dihindari. Kemiskinan dan kekayaan merupakan kehendak dan takdir dari Allah. Solusi yang ditawarkan mereka untuk keluar dari kemiskinan adalah hanyalah sebatas pada pesan-pesan moral, agar mereka yang miskin dapat rela menerima wada atau ketentuan Allah atas ujian yang diberikan serta menerima terhadap pemberian Allah, sedangkan orang tidak diberikan pesan-pesan moral untuk berbagi dengan orang miskin.

Ketiga. Kelompok Penyeru Kebaikan: Kelompok ini memiliki banyak persamaan dengan kelompok Jabariah, namun kelompok ini tidak hanya menekankan pada orang miskin supaya rela menerima nasibnya tapi juga menekankan supaya orang-orang kaya untuk berkorban, bersedekah kepada orang miskin dan berbuat kebaikan lainnya. Tetapi sosulusi yang ditawarkan ini sama sekali tidak menyentuh ketentuan beberapa kewajiban yang harus dikeluarkan bagi orang kaya untuk orang miskin, tidak dijelaskan sanksi yang diterima jika melanggar ketentuan tersebut.
Kelompok Kapitalisme: berpandangan bahwa kemiskinan merupakan problem dan kesengsaraan hidup, tetapi yang bertanggung jawab atas keadaan tersebut adalah orang miskin itu sendiri, nasib, takdir atau apa saja. Bukan masyarakat, pemerintah, ataupun orang kaya.

Ia memiliki kebebasan untuk memperlakukan harta yang dimilikinya sesuai dengan kehendaknya. Kapitalisme beranggapan bahwa masyarakat harus diberikan kebebasan untuk bekerja dan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Ketidakpedulian antar satu dan yang lain adalah hal yang biasa. Kecuali bagi yang mereka memiliki rasa kasihan terhadap kaum lemah maka mereka membantunya karena ingin mendapatkan pujian dari masyarakat.

Seiring dengan perkembangan perubahan masyarakat maka muncullah paham sosialiame yang menyebar kepada seluruh negara, kapitalisme kemudian berusaha bersikap adil. Mereka mulai mengakui bahwa orang fakir miskin, lemah juga memiliki hak yang dapat dilambangkan sedikit demi sedikit melalui pendapatan negara dan pengaturan UU. Yang kemudian dengan istilah asuransi sosial.

Kelima. Kelompok Sosialiame Marx: Kelompok ini berpandangan bahwa upaya untuk menghapus kemiskinan dan menyadarkan orang-orang miskin tidak akan menjadi kenyataan kecuali menghancurkan kelas borjuis, merampas harta mereka dan membatasi kepemilikan harta dari manapun sumbernya. Untuk mewujudkan hal tersebut dengan menghancurkan kelas borjuis dengan memunculkan permusuhan di tengah masyarakat, yang pada akhirnya kelompok proletarlah yang menang atau kelompok buruk sebagia kelompok masyarakat yang mayoritas.

Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perspektif Islam.

Islam memiliki berbagai prinsip terkait kebijakan publik yang dapat dijadikan panduan bagi program pengentasan kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja.

Pertama. Islam mendorong pertumbuhan ekonomj yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor growth).
Kedua. Islam mendorong penciptaan anggaran negara yang memihak pada kepentingan rakyat banyak (pro-poor budgeting). Dalam sejarah Islam terdapat tiga prinsip utama dalam mencapai pro-poor-budgeting yaitu disiplin fiskal yang ketat, tata kelola pemerintahan yang baik, dan penggunaan anggaran negara sepenuhnya untuk kepentingan publik.

Ketiga. Islam mendorong pembangunan infrastruktur yang memberi manfaat luas bagi masyarakat (pro-poor infrastruktur). Nabi Muhammad SAW membagikan tanah di Madinah kepada masyarakat untuk membangun perumahan, mendirikan permandian umum di sudut kota, membangun pasar, memperluas jaringan jalan dan memperhatikan jasa pos.

Keempat. Islam mendorong penyediaan pelayanan publik dasar yang berpihak pada masyarakat luas (pro-poor public service). Terdapat tiga bidang pelayanan publik yang mendapat perhatian Islam secara serius: Birokrasi, Pendidikan dan kesehatan.

Kelima. Islam mendorong kebijakan pemertaan dan distribusi pendapatan yang memihak rakyat miskin (pro-poor income distribution). Terdapat tiga instrumen utama dalam Islam terkait distribusi pendapatan yaitu: aturan kepemilikan tanah, penerapan zakat, serta menyediakan qardul hasan, infak dan wakaf.

Dalam konteks Indonesia berbagai kebijakan yang mengarah kepada penanganan kemiakinan seperti Program Keluarga Harapan (PKH), JKN, perbaikan infrastruktur kesehatan, pendidikan maupun saran umum lainnya.

Teologi Kemiskinan bukanlah faham baru, tetapi sebuah keyakinan bahwa kemiskinan itu bukanlah sebuah musibah tetapi dapat jadikan sebuah instrumen yang dapat menghasilkan sebuah inovasi dan kebijakan untuk menanganinya.