Membaca Jejak Tuhan

Membaca jejak tuhan

Oleh : Ilham Sopu

“Bacalah,,,”, demikian perintah Tuhan yang sangat tegas pada ayat pertama turun ke Muhammad saw, berkali-kali Jibril mengulangi kata-kata tersebut, sebagai perantara Tuhan untuk menyampaikan wahyu tersebut.

Perintah ini turun ketika Nabi sementara berkhalwat atau beribadah di Gua Hira, Nabi bolak-balik ke Gua Hira untuk menenangkan diri karena banyaknya problem yang dihadapi di masyarakat Mekah, yang banyak diliputi pemujaan-pemujaan terhadap berhala disekitar Ka’bah.

Ini sangat bertentangan dengan misi Nabi untuk memberantas nilai-nilai politeisme yang menggerogoti masyarakat Mekah sebagai tempat suci diwariskan oleh Nabi Ibrahim dan putranya Ismail.

Ada nilai-nilai spiritual dalam perintah membaca, bukan hanya sekedar membaca biasa dalam perintah Tuhan kepada Nabinya, yang dimediasi Jibril. Perintah ini turun kepada Nabi.

Sebelum perintah ini turun kepada Muhammad saw, Nabi sudah mempersiapkan dirinya untuk banyak melakukan kontemplasi dengan mendatangi Gua Hira, untuk melakukan perenungan diri, mencari ketenangan karena masyarakat Mekah waktu itu sangat identik dengan masyarakat syarat dengan nilai-nilai kemusrikan.

Nabi mencoba untuk menenangkan diri, beribadah dengan khusyuk, memisahkan diri dari keramaian. Setelah beberapa lama Nabi beruzlah atau bertahannus di Gua Hira, akhirnya didatangi oleh malaikat Jibril membawa perintah dari Tuhan untuk untuk membaca.

Membaca adalah sumber peradaban, keberhasilan Nabi dalam misi membangun peradaban baik ketika berada di Mekah maupun berada di Madinah itu tidak terlepas dari sumber peradaban yakni membaca.

Dalam arti kebahasaan kata “qara’a” merupakan asal dari kata iqra’, pada mulanya berarti “menghimpun”, lalu dalam perkembangannya ditemukan beraneka ragam arti kata tersebut, diantaranya menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan sebagainya.

Prof Quraish Shihab dalam salah satu bukunya menjelaskan bahwa perintah membaca dalam kata iqra’ tidak ditemukan apa yang menjadi obyek dari kata tersebut, oleh sebab itu obyeknya bersifat umum mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata “baca”.

Dengan merujuk arti-arti dari kata iqra’ di atas, yakni membaca, menelaah, meneliti, mengetahui ciri segala sesuatu, termasuk alam raya, kitab suci, masyarakat, dan apapun yang dapat dijangkau kata iqra’, membaca menjadi sangat luas pengertiannya, bukan hanya secara secara tekstual tetapi lebih lebih dari itu membaca secara kontekstual.

Lewat pembacaan tekstual maupun kontekstual, kita akan membangun peradaban unggul, seperti yang dilakukan oleh Nabi, dimulai dari pembacaan secara teks lewat perintah Allah melalui Jibril disuruh untuk membaca secara teks dari perintah membaca.

Kemudian pasca peristiwa di Gua Hira tersebut, Nabi melanjutkan pembacaan secara kontekstual, yaitu pembacaan masyarakat Mekah dan Madinah secara sosiologis.

Pembacaan teks dan kontekstual keduanya harus dikawinkan, peradaban unggul lahir dari kegiatan membaca secara holistik, sesuai dengan arti kata membaca di atas. Tuhan sudah menurunkan Al-Qur’an untuk menjadi media bacaan dan menjadi petunjuk yang jelas untuk umat manusia.

Begitupun alam raya ini begitu teratur adalah pelajaran besar atau buku yang besar untuk menjadi bahan renungan umat manusia. Betapa teraturnya alam raya ini, desain dari Tuhan yang maha agung, dan butuh perenungan mendalam untuk bisa membaca alam raya ini.

Manusia diberikan kecerdasan cukup oleh Tuhan supaya bisa mempelajari dan mendalami keteraturan alam raya ini, Tuhan telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memikirkan alam ciptaannya, tafakkaruu fi khalkillah, wa la tafakkaruu fi dzatihii, pikirkanlah ciptaan-ciptaan Tuhan tapi jangan memikirkan dzatNya, demikian bunyi salah satu sabda Nabi.

Kita diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk memikirkan ciptaan Tuhan, potensi manusia sangat besar dengan dianugerahkannya akal kepada mereka, untuk dapat merasakan atau membaca alam raya ini dengan baik.

Kemajuan teknologi saat ini, sangat membantu dalam memahami fenomena alam, yang terjadi disekitar kita. Dulu tidak terbayangkan atau tidak terpikirkan, bahwa tekhnologi akan maju seperti sekarang ini, semua persoalan-persoalan teknis dengan mudah terbaca oleh teknologi.

Begitupun dengan ciptaan-ciptaan di bumi ini, dapat terbaca dengan kemajuan tekhnologi. Ke depan kemajuan teknologi akan semakin maju, dan manusia akan semakin nyaman dalam menikmati teknologi.

Jejak-jejak Tuhan di bumi akan semakin terbuka ke depan, lewat penggunaan akal manusia, kemajuan teknologi, hasilnya akan kembali kepada manusia, mereka akan menikmati hasil ciptaannya, tapi bahan mentahnya disiapkan oleh Tuhan.

Tuhan menyuruh untuk berjalan di muka bumi, dan perjalanan manusia akan menghasilkan temuan baru, lewat pemikiran-pemikirannya.

(Bumi Pambusuang, 17 Agustus 2024)