MAJENE– Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) Dr. Burhanuddin mengungkapkan fenomena “kotak kosong” pertanda malapetaka dunia demokrasi dewasa ini.
“Itu malapetaka bagi demokrasi, masa partai dimonopoli oleh satu calon. Artinya, satu orang saja menjadi pilihan partai, termasuk juga keserakahan di dalam demokrasi untuk merebut kekuasaan,” tutur Burhanuddin kepada mandarnesia.com, Rabu (17/1/2018) malam, menyikapi konteks Pilkada Mamasa 2018.
“Artinya dia tidak memberikan kesempatan kepada orang lain,” sambungnya lagi.
Menurutnya, tontonan demokrasi yang ada di Mamasa bisa dikata lebih didominasi oleh kekuasaan semata. Padahal dalam dunia demokrasi, kata Burhanuddin, pada dasarnya ada pertarungan minimal dua pasang calon yang nantinya akan menjadi pilihan dari rakyat.
“Kalau misalnya ‘peti kosong’ yang menang, siapa yang berkuasa pasti melakukan pemilihan ulang,” ujarnya.
Seharusnya, partai politik memegang peranan penting sebagai pilar demokrasi, dengan adanya kejadian hanya satu calon, maka partai tersebut dianggap tidak mampu membangun dan menghasilkan kader terbaiknya.
“Partai adalah pilar demokrasi. Artinya partai-partai tidak bisa membangun sebuah demokrasi yang ada di sana (Mamasa). Salah satu tugas partai itu adalah bagaimana merekrut kader atau anggotanya,” jelasnya.
“Partai tidak berhasil membangun dan menciptakan seseorang yang memiliki kemampuan untuk merekrut sebuah pemimpin, kenapa itu terjadi? Karena itu tadi ‘mahar’ yang jadi dominan sekarang,” ungkapnya.
Ia menilai seharusnya partai mampu melahirkan kader kepemimpinan yang bisa diusung di dalam proses demokrasi seperti pilkada.
“Masa di dalam dirinya sendiri tidak ada pemimpin yang ideal untuk bisa maju,” tandas Burhanuddin yang juga akademi Universitas Tadulako Palu itu.
Reporter: Ayub Kalapadang
Foto: Cyberpare.Com