Kisah Marinir, Saqbe Mandar dan Karampuang

Kisah Marinir, Saqbe Mandar dan Karampuang -

DARI arah timur, pesawat jenis Cassa 616 perlahan mulai terlihat membesar dan membela birunya langit Mamuju pada hari itu. Selasa (31/10/2017).

Tepat melintas di atas ubun ratusan manusia yang ingin menyaksikan atraksi, kapal yang diawaki tiga kru, melempar sesuatu yang sangat kecil.

Mentari cerah yang terik di pantai Rangas, hingga sinar mentari dengan mudah membakar kulit.

Di ketinggian 6.000 kaki, mata telanjang tak cukup mampu mengenali, benda apa yang sedang terlihat berbaris di angkasa.

Parasut dengan cepat mengembang, rupanya itulah Pasukan TNI AL Batalyon Intai Amfibi 1 Korps Marinir atau (YonTaifib 1 Mar) Surabaya.

Dengan bendera yang mengekor diikat di kaki dengan menggunakan pemberat botol minuman mineral yang diisi pasir, bendera kebesaran Indonesia, TNI AL, dan Sulbar, berkibar gagah.

Pesawat kedua melintas dari arah barat, dan menjatuhkan lima pasukan terjun payung.

Tak hanya bendera yang dibawa, ada hal yang menarik dalam seragam terjun payung yang digunakan Eri, salah satu penerjun.

Pria kelahiran Surabaya 2 November 1985 tersebut, menggunakan baju khas suku Mandar. Dengan mengunakan sarung saqbe dan baju tutup hitam, iya mengaku bangga mendarat di tanah malaqbiq.

Tepuk tangan riuh dari penonton menyertai pendaratan. Betapa tidak, atraksi yang dilakukan untuk peresmian Lanal TNI AL Kelas C Mamuju, hanya gladi sehari saja.

Beberapa pasukan yang mendarat kurang baik dan tersungkur ke depan. Sedangkan penerbang yang belakangan, mendarat sempurna dengan hanya berjalan setelah sepatu marinir warna krem menyentuh tanah.

“Ini pertama kali saya ke Mamuju, pertama kali juga saya mengunakan baju adat Mandar,” katanya kepada mandarnesia.com dengan keringat mengucur hingga nafas yang masih tersengal, setelah meladeni permintaan foto warga yang hadir.

Angin kering merayap di sela-sela kaki kerumunan manusia, menerpa tubuh yang kepanasan.

Menurut lelaki yang berperawakan tak biasa, berkulit hitam dengan dialek Jawa yang masih sangat kental, terjun payung kali ini sangat bermakna, karena masyarakat sangat antusias menyambutnya.

“Saya berharap pemuda-pemudi berpartisipasi bisa menjaga NKRI, termasuk bergabung dengan TNI AL. Karena sudah ada Lanal di Mamuju,” jelasnya, sambil menatap ke arah kapal KRI Banda Aceh yang akan berlayar ke Tarakan Kalimantan Utara, sore kemarin.

Pulau Karampuang yang tepat berada di sisi kami, ditunjuknya dan bertanya kepada wartawan mandarnesia.com, “Berapa mil dari sini ke sana?” Belum sempat terjawab tuntas, ia mengaku sanggup berenang tanpa alat ke pulau itu.

“Kalau di Jawa, saya pernah berenang tanpa mengunakan alat, melintasi Surabaya dan Madura (Suramadu),” katanya yang terlihat ingin memotivasi pemuda yang mengerumuni kami, agar bangga dengan TNI.

#SudirmanSyarif