Kemendikbud: Cegah Kekurangan Gizi Melalui Program Gizi Anak Sekolah

Mandarnesia.com — Indonesia saat ini telah memasuki fenomena bonus demografi, yaitu suatu fenomena peningkatan jumlah penduduk usia produktif secara signifikan. Bonus demografi tersebut dapat menimbulkan bahaya, jika Pemerintah tidak dapat mengelola dan mempersiapkan dengan baik, misalnya terkait dengan kasus gizi buruk, stunting, penyakit menular, dan lain-lain.

Untuk mencegahnya, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencanangkan Program Gizi Anak Sekolah (Progas) Tahun 2018. Progas merupakan bantuan pemerintah dalam bentuk pemberian sarapan kepada peserta didik dengan tujuan meningkatkan asupan gizi dan kebiasaan sarapan, serta memberikan pendidikan karakter kepada peserta didik untuk membiasakan diri hidup bersih dan sehat.

Dalam kunjungan kerja ke Kabupaten Sorong, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy meninjau Dapur Progas di SD Inpres 1, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong, Papua Barat. Mendikbud berkunjung ke Dapur Progas dan melihat langsung penyiapan makanan untuk anak-anak sekolah yang dimasak di Dapur Progas. Menu yang tengah disiapkan adalah bubur ayam dengan potongan sayur wortel dan buncis, kuah kaldu, dan buah pepaya.

“Saya sangat mendukung supaya bahan-bahan yang digunakan untuk memasak berasal dari masyarakat sekitar, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani terutama yang memproduksi, atau bergerak di sektor pangan di sini,” ujar Mendikbud di Dapur Progas SD Inpres 1 Kabupaten Sorong, Senin (24/9/2018).

Mendikbud berharap, Progas bisa didiseminasi dan dikembangkan dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Sorong sehingga semua SD di Kabupaten Sorong bisa menikmati sarapan pagi yang bergizi dan sehat seperti yang sudah dilakukan di SD Inpres 1 Kabupaten Sorong. “Kalau bisa dialokasikan dalam APBD sehingga ada program pemberian makanan gizi sehat minimal untuk anak SD,” ujar Mendikbud. Program atau kebijakan dari pemerintah pusat (Kemendikbud), menurut Mendikbud, tidak mungkin dilakukan secara nasional tanpa kerja sama dengan pemerintah daerah.

Bupati Sorong, Johny Kamuru mengatakan, Progas mulai dijalankan di Kabupaten Sorong pada April 2017 dengan menyasar 84 SD yang tersebar di sembilan distrik. Pada tahun 2018, Progas diterapkan di 10 SD yang terletak di Distrik Aimas dan Distrik Klamono. Johny mengatakan, Pemkab Sorong memberikan dukungan penuh kepada pemerintah pusat agar Progas tetap berkelanjutan di tahun berikutnya. “Pemkab Sorong memberikan perhatian penuh kepada pembangunan pendidikan dan kesehatan, sesuai dengan visi Kabupaten Sorong, yaitu “Maju Bersama Rakyat, Cerdas Sehat dan Sejahtera di Tahun 2022”, ujarnya.

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad menuturkan, Progas dicetuskan pertama kali pada tahun 2015 atas arahan Presiden Joko Widodo. Secara operasional, Progas dimulai tahun 2016 di empat kabupaten, yaitu tiga kabupaten di NTT dan satu kabupaten di Banten. Pada tahun 2017 penerapan Progas meluas di 11 kabupaten pada lima provinsi. Kemudian pada tahun 2018 bertambah menjadi 64 kabupaten pada 20 provinsi.

“Pemilihan sekolahnya sesuai dengan yang sudah kita siapkan. Setiap kabupaten ada dua kecamatan, dan setiap kecamatan ada lima SD, sehingga di setiap kabupaten ada 10 SD. Di Kabupaten Sorong sendiri ada 10 SD, dengan total 2.170 siswa,” tutur Hamid.

Ia menambahkan, Program Gizi Anak Sekolah atau Progas merupakan program untuk merespons permasalahan gizi pada anak sekolah. Masalah gizi tersebut antara lain anak yang terlalu kurus, berjumlah 11 persen dari populasi anak usia 5-11 tahun, lalu anak dengan kelebihan berat badan atau over weight sebesar 18,8 persen, anak stunting sebesar 30,7 persen terjadi pada anak yang baru masuk SD, dan terakhir anemia sebesar 26 persen. “Progas menjadi salah satu upaya pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengatasi berbagai persoalan gizi,” ujar Hamid.

Dalam melaksanakan Progas, diharapkannya, sekolah bisa memanfaatkan bahan-bahan lokal di setiap daerah untuk memenuhi kebutuhan gizi anak sekolah. Progas dijalankan bekerja sama dengan beberapa pihak, salah satunya World Food Programme (WFP). Menurut Hamid, WFP dinilai sudah memiliki praktik baik dalam program gizi di Papua dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu, Progas juga bekerja sama dengan SEAMEO Refcon dan Fakultas Ekologi Manusia Jurusan Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB). Progas diharapkan bisa berjalan sinergi dengan program kesehatan lainnya di sekolah, seperti program UKS, sanitasi, kantin sehat, sekolah sehat, dan perilaku hidup bersih.

“WFP juga memberikan bantuan perumusan pedoman dan modul pelatihan serta mengembangkan kapasitas pejabat pendidikan nasional dan distrik dalam menerapkan, memantau, dan mengevaluasi program gizi anak sekolah yang kemudian meningkatkan efektifitas dan akuntabilitas program,” ujar Deputy Country Programe WFP, Peter Holtsberg. (sp/169)

Foto: Sindonews