Kehidupan di Kota Palu-Donggala Diambang Kelaparan

Mandarnesia.com — Lima hari pasca gempa dan tsunami memporak-porandakan Kota Palu dan Donggala Sulawesi Tengah, ribuan pengungsi masih hidup dalam segala bentuk keterbatasan.

Sebagian masyarakat tinggal di tenda-tenda pengungsian. Sementara warga yang rumahnya masih memungkinkan untuk ditinggali memilih menjaga barang berharganya.

Sepanjang jalan memasuki wilayah perbatasan Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah, tenda-tenda pengungsian berjejer rapi di pinggiran jalan dengan penerangan seadanya. Selain itu pos-pos pengungsian juga diisi dengan meminta sumbangan dari pengendara yang sedang melintas, bahkan ada yang memaksa sekalipun.

Distribusi logistik yang belum tersalur secara baik ke setiap daerah yang terisolir, mendesak sebagian pengungsi menjarah makanan di setiap jalan sepi dan menanjak.

Dari pantauan mandarnesia.com yang ikut bersama rombongan Gubernur Sulawesi Barat Ali Baal Masdar (ABM) ke Palu, Senin (1/10/2018) sebagian masyarakat mengaku terancam kelaparan.

Suplai obat dan tenaga medis pun masih sangat minim, sebagian korban memilih berobat ke Rumah Sakit yang berada di Pasangkayu.

Sementara untuk penerangan Kota Palu dan Kabupaten Pasangkayu masih belum teraliri listrik, kondisi yang membuat dua kota itu seperti kota mati ditinggal pergi penduduknya.

Bahan Bakar Minyak (BBM) yang disuplai setiap harinya di SPBU masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Palu dan Matra. Ratusan kendaraan yang datang dan memilih meninggalkan Palu antre berpuluh-puluh meter di depan SPBU.

Reporter: Sudirman Syarif