Kampanye Dimulai, Bagaimana Berebut Dukungan di Sosial Media

Oleh Sudirman Syarif

MASA kampanye telah digulirkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ahad (23/9/2018). Selama kurang lebih enam bulan masing-masing Calon Legislatif (Caleg), Calon Presiden (Capres) dan Wakil Presiden (Cawapres) beradu gagasan untuk merebut simpati masyarakat di bilik suara, Rabu 17 April 2019.

Ahad, 23 September 2018 sampai 13 April 2019 merupakan masa kampanye. Salah satu tahapan yang dianggap paling rawan terjadinya konflik antarkubu. Di media sosial konten ujaran kebencian, disinformasi dan kabar bohong (hoax) yang dapat berujung pada konflik SARA sagat mungkin terjadi.

Baca: http://mandarnesia.com/2018/09/kpu-ri-minta-larangan-pamasangan-apk-diperketat/

Baca: http://mandarnesia.com/2018/09/menkopolkam-asn-dan-tni-polri-harus-netral-di-pemilu-2019/

Pelaporan akun media sosial menjadi salah satu tameng penyelenggara untuk meminimalisir terjadi konflik yang bisa saja disebabkan gagal move on atau perbedaan pilihan.

Berdasarkan putusan KPU, setiap peserta pemilu, Partai Politik (Parpol) dan Tim pemenangan Capres wajib melaporkan akun media sosial ke KPU. Dalam aturan tersebut, dijelaskan setiap parpol atau tim pemenangan hanya boleh memiliki sepuluh akun media sosial.

“Misalnya 10 akun facebook, 10 WhatsApp, 10 Twiter, 10 Messengger dan media sosial lainnya,” kata Ketua KPU Provinsi Sulawesi Barat Rustang saat ditemui mandarnesia.com di ruangannya, Senin (23/9/2018) bersama komisioner Farhanuddin.

Sementara terkait masalah sanksi yang dapat mengganjal jika akun tersebut tidak dilaporkan, Rustang menyebut itu menjadi tanggung jawab Bawaslu. “Dalam penegakan itu menjadi tanggung jawab Bawaslu.”

Akun tersebut wajib dihapus setelah masa kampanye berakhir atau memasuki masa tenang.

Merujuk pada aturan, sanksinya pelanggaran sangat jelas, penggunaan media sosial yang menyebarkan ujaran kebencian atau berita bohong dapat dikenal pasal 280 UU Pemilu pasal 28 Nomor 2 Jo pasal 45 UU ITE pasal 4 UU pasal 16 UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan pasal 156 pasal 156a dan pasal 157 KUHP.

Dihubungi melalui sambungan telepon, Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Barat Sulfan Sulo menjelaskan, terkait akun pribadi yang berkampanye di media sosial, aturan peserta pemilu adalah partai politik.

“Kegiatan-kegiatan perorangan masukkan di akun yang didaftar. Teknisnya mereka itu. Nggak bisa saya bilang tidak bisa kalau mereka daftarkan. Karena secara administrasi mereka harus dilaporkan ke KPU dan itu akan ditetapkan di KPU, dan itu yang resmi. Terkait mereka memasukkan akun apa, itu teknisnya mereka,” kata Sulfan.

Jika ada masyarakat yang secara sukarela membagikan akun yang berisi konten kampanye, Sulfan menyampaikan akan melihat dulu kasusnya.

“Kalau misalnya dia tidak melaporkan akun kampanye otomatis pasti kita akan sanksinya. Sanksinya administratif,” sebut Sulfan.

Untuk Sulawesi Barat, potensi pelanggaran di media sosial Bawaslu melihat belum terindikasi. “Di Sulbar ini kita lihat belum ada. Kalau itu sudah lari-lari ke sana, kita sudah bekerjasama dengan Bareskrim Polri, dan otomatis itu akan dikoordinasikan ke Bawaslu.”

Menurut Sulfan, yang perlu disosialisasikan secara baik bagaimana caranya aturan-aturan terkait pelaksanaan kampanye dipahami sehingga tidak terjadi pelanggaran.

Berdasarkan peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 materi kampanye wajib disampaikan secara tertib, mendidik, bijak, dan beradab tidak bersifat provokatif.

Kampanye, kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi misi, program, atau citra diri peserta pemilu.

Foto: Kanigoro Newsline