Laporan : Hilman Paturusi, Ketua Wilayah IGI Sulawesi Barat
MAMUJU, mandarnesia.com — Tangisnya pecah saat saya menjenguknya, Rabu sore, 13 Maret 2019. Mengenakan celana warna keki, Ia memeluk saya seraya terisak. Dengan suara terbata-bata ia membisikkan dirinya hampir mati dianiaya orang tua muridnya sendiri. Di tangan kanannya masih tertempel plester bekas jarum infus. Semalaman ia di rumah sakit karena menderita pusing dan mual pasca kejadian. Saya coba menenangkannya. “Sabar ki, teman-teman guru sudah meminta kepolisian untuk bertindak sesuai hukum.”
Ia adalah Harlawan Akhlak, Guru SMPN 6 Kalukku yang terletak di desa Pokkang Kecamatan Kalukku. Saya kenal baik dengan guru ini karena selain bertetangga rumah, kami juga sama-sama aktif di Ikatan Guru Indonesia (IGI). Saat ini Ia menjadi Plt. Sekretaris IGI Mamuju. Orangnya tidak banyak bicara, pekerja keras, dan sangat mencintai profesinya sebagai guru. Orangtuanya sempat mengeluhkan kelakuannya yang begitu pulang sekolah siang hari, lantas kembali lagi di sore harinya.
“Biasa jam satu atau jam dua kembali lagi ke sekolah,” keluh Hannang, orang tua Harlawan. Meski demikian, ia bangga dengan putranya itu. “Sehari-hari Wawan (sapaan Harlawan) tidak pernah marah sama adik-adiknya. Jadi saya heran kalau Wawan sampai dituduh memukul atau mencederai siswanya,” lanjut mantan Kepala Cabang Dikpora Kecamatan Sampaga ini.
Ia pun membeberkan kronologi kejadiannya. Senin Pagi, 11 Maret 2019
Saat upacara bendera, Harlawan menegur dengan isyarat seorang siswa yang bajunya keluar dan tidak rapi. Namun teguran diabaikan oleh siswa tersebut. Siswa tersebut pura-pura tidak tahu. Seusai upacara, siswa tersebut dipanggil oleh Harlawan dan diberi nasehat. Namun saat Harlawan berbalik arah membelakangi si siswa, ia merasa diolok-olok. Secara spontan Harlawan memukul bagian punggung kiri atas dekat lengan siswa tersebut. Sama sekali tidak terjadi apa-apa dengan siswa tersebut saat itu. “Kondisinya baik-baik saja.” terang Harlawan.
Namun karena khawatir masalah itu berkepanjangan dan menimbulkan kesalahpahaman, siswa dan guru itu akhirnya menyelesaikan masalah tersebut hari itu juga dengan mediasi kepala sekolah di kantor.
Senin Siang, 13 Maret 2019
Saat jam pulang, seorang pria paruh baya datang ke sekolah. Kelihatan penuh amarah, ia bertanya kepada kepala sekolah tentang guru yang telah memukul keponakannya. “Sudah pulang pak. Kalau kita mau ketemu besok saja karena ini sudah jam pulang,” jawab Ruslan, kepala SMPN 6 Kalukku, sambil beranjak meninggalkan sekolah.
Harlawan yang menyaksikan tanya jawab itu mendapat firasat bahwa kasus pagi tadi belum selesai sepenuhnya.
Senin malam, Harlawan menceritakan kejadian yang dialami di sekolah pada keluarga. Keluarganya menyarankan untuk tidak usah ke sekolah keesokan harinya dengan alasan keamanan.
Selasa, 14 Maret 2019
Sekolah tempat Harlawan mengajar sudah ramai dengan keluarga siswa yang bermasalah itu. Mereka ingin bertemu Harlawan. Kepala Desa Pokkang, desa tempat sekolah tersebut berada, menyarankan agar Harlawan tidak datang ke sekolah. Namun menurut informasi, pihak keluarga siswa bersikeras Harlawan harus hadir di sekolah.
Seorang guru, menelpon Harlawan menyarankan untuk tidak datang ke sekolah karena ia melihat gelagat yang kurang baik dari kumpulan orang-orang yang berkerumun di area kantor dan gerbang sekolah. Pada saat itu, Harlawan bimbang antara datang atau tidak. Di satu sisi, ia khawatir dengan keamanan dirinya, di sisi lain ia ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang bertanggungjawab. Bukan orang penakut.
Kepala sekolah akhirnya menelpon Harlawan untuk datang ke sekolah. Menurut kepala sekolah, sudah ada jaminan keamanan dari pihak keluarga siswa. Meski masih dilanda kebingungan, akhirnya dengan langkah pasti ia memacu motornya menuju Pokkang. Setiba di sana, ia langsung menuju kantor tempat pertemuan. Ia duduk diantara seorang tokoh masyarakat setempat dan Amran, bapak dari siswa yang bermasalah tersebut.
Rupanya pembicaraan pagi itu tidak menemui titik temu, hingga tanpa diduga si bapak melayangkan pukulan tangan ke arah rahang kanan Harlawan. Pukulan yang tidak di sangka-sangka itu membuat pembina Pramuka di sekolahnya itu seketika tersungkur ke lantai. Kepalanya terasa oleng.
Ia kemudian diantar pulang ke rumahnya, lebih kurang 10km dari lokasi sekolah. Namun pukul 19.00 ia dilarikan ke rumah sakit Mitra Manakarra karena tidak sanggup lagi menahan sakitnya.
Saat ini, korban sudah kembali ke rumahnya, namun masih harus berobat jalan. Kondisinya masih lemah. Ironisnya, cedera atau luka akibat penganiayaan ternyata tidak ditanggung BPJS, sehingga saat ini IGI Sulawesi Barat berinisiatif mengumpulkan donasi untuk pengobatan Harlawan.
Editor : Sudirman Syarif