Impian yang Dapat Menyentuh Langit

Sebuah Cerpen, oleh: Indah, Mahasiswa Unasman

Hai, perkanalkan namaku Indah, sedarhana bukan? Aku seorang mahasiswa di Universitas Al Asyariah Mandar. Sebut saja kampus biru. Aku membuat filosofi sendiri akan kampus biru ini. Lihat birunya laut yang menyatu dengan birunya langit? Aku katakan aku laut dan impianku langit itu langit. Aku akan menganggap impian ku akan seperti itu denganku. Begitu dekat.

Usiaku tak lama lagi bertambah, 19 tahun dan seperti yang lainnya aku mempunyai sebuah impian sederhana tapi harapku impian ini seIndah namaku. Impianku ingin menjadi guru, juga ingin membahagiakan orangtuaku dengan gelarku kelak. Tahu betul aku cita-cita sederhana ini terkadang dipandang remeh oleh orang sekitar. Tak apa, ini tak menjadi batu sandungan untukku. Bagiku perkataan mereka menjadi batu loncatan.

Ku tau kata mereka menjadi PNS itu lebih baik dibanding menjadi guru sukarela. Mereka mempertanyakan kehebatan apa yang kau dapat menjadi Guru? Begitu banyak cemooh. Pertanyaan mereka hanya ku tanggapi dengan senyuman dan berkata sopan “ Tak ada salahnya menjadi Guru, berbagi ilmu itu Indah. Dan aku ingin melihat anak-anak pandai dengan ajaranku”.

Apa salahnya mencari sebuah pengalaman hidup? Aku seperti Guruku dimasa sekolah. Ini menjadi motivasiku, melihat mereka semangatku membara. Aku ingin menjadi seperti mereka. Saat ini aku masih duduk di semester 3, fikiranku ingin memajukan generasi bersamaan denganku. Aku ingin mengajar tanpa lelah seperti Guru sejati. Meski jika menyinggung gaji yang tak seberapa, aku akan mensyukuri. Niat awalku hanya ingin berbagi dan belajar bersama.

Lagi-lagi jika menyinggung gaji, tenaga dan pikiran belum lagi siswa-siswa yang sulit diatur tak akan pernah seimbang. Saya menjadi salah satu pepatah menjadi pegangan jika saya merasa lelah dalam menggapai impian sederhana namun indah ini “Guru adalah figur pahlawan tanpa tanda jasa”. Aku ingin berbagi tanpa mengharap pamrih.

Aku begitu kagum akan para guru yang begitu sabar diantara terik dan hujan. Begitu sabar mereka dalam berbagi ilmu. Harapku aku semampu mereka, para guru. Aku ingin menjadi salah satu dari mereka.

Impian sederhana namun dapat menyentuh langit menurutku. Lagi-lagi aku berkata ingin menjadi seorang guru. Tak henti-henti terapal dilisanku. Akupun tak bosan berkara ingin. Bukankah menjadi guru juga akan mendapatkan pahalah dunia akhirat? Jadi bagi kalian, jangan terlalu menganggap remeh, kalian tak akan sampai disini bersamaku tanpa jasa guru-guru kalian disekolah.

Akan begitu mengasikkan melihat murid yang kita bimbing sehingga dapat mencapai impian mereka. Terima kasih guruku yang sampai kini masih kuingat jasa-jasanya. Aku akan menujukkan bahwa akupun mampu membuatmu bangga telah mengajarkan aku ilmu.

Aku katakana lagi, guru itu impian yang mulia. Mendidik, membimbing, mengajarkanm memajukan generasi. Begitu banyak sanjungan sampai akupun tak sanggup untuk mengurainya. Bukan, aku bukannya ingin disanjung-sanjung. Bukan itu tujuanku, aku hanya ingin berbagi ilmu seperti guruku disekolah.

Cita-citaku ingin menjadi guru. Impan sederhana yang mampu mencapai langit. Lagi-lagi kukatakan begitu. Aku tak akan bosan berkata seperti itu. Boleh kalian katakana sebuah jimat untukku.

Bayangkan saja jika suatu saat akupun akan diingat seperti aku sekarangpun mengingat guruku. Kubayangkan betapa membahagiakan saat suatu hari itu tiba didekapku. Betapa mulianya guru, ku ingat bagaimana sang guru mengatasi siswa yang bandel. Tak perlu melawan keras dengan keras. Tak perlu berujar kasar. Peran guru membimbing dengan kelembutan dan kasihsayang.

Cita-cita mulia, kukatakan lagi. Bukankah membahagiakan melihat kelas akan penuh suara semangat saat kita sedang berbagi? Melihat mereka memahami materi diantara panasnya cuaca? Atau diantara gemuruhnya hujan?. Sekali lagi ku katakkan, begitu bahagia melihat siswa yang tak tahu menjadi tahu karena ajaran dari kita.

Tak pernah aku ingin menjadi guru yang akan dibenci oleh siswaku sendiri. Tak pernah terpikir meski kadang ada ditemui guru yang seperti itu. Tak semua tenang saja. Hanya saja kita sendiri harus membentengi diri dari emosi yang tak perlu. Aku hanya akan menjadikan acuan guru yang membimbingku tulus dengan cara yang lembut.

Bukan juga aku melupakan sang guru yang menurut orang killer. Bukan mereka ingin marah terus. Aku paham mereka hanya terlalu tegas dan murid bagitu segan nyaris takut. Aku tau, selepas pengajaran diapun akan bersendagurau.

Mulai dari sini aku akan membimbing diriku, mengajarkan diriku dan aku akan menjadi guru yang tak perlu ditakuti serta aku akan membuat cita-citaku tak dianggap remeh lagi.