Ibu Agung Hj. Andi Depu : Simbol Perlawanan Rakyat dan Nasionalisme

Andi Depu Itu Tak Lahir di Kampus Tapi Berjuang di Kampung (Bagian 6)

Catatan Muhammad Munir

Penganugerahan gelar Pahlawan kepada Andi Depu 8 November kemarin membawa hikmah tersendiri untuk memotivasi kaum wanita bahkan seluruh generasi Mandar. Betapa tidak, Andi Depu adalah sosok yang tak pernah mengenal dunia Kampus. Masa kecilnya memang tak semujur dengan anak-anak yang lain. Ia hanya bisa mengenyam pendidikan di SR (Sekolah Rakyat) 3 tahun, itupun tak sempat ia tamatkan sebab kondisi pada masa itu tidak memihak pada anak perempuan, apalagi bangsawan. Kehidupanya lebih banyak di rumah karena umumnya wanita dipingit pada masa itu, terlebih pihak keluarga hawatir dengan kondisi yang selalu siap mengancam seorang gadis, terutama dari pasukan Belanda.

Tentu ini menjadi pelajaran besar, bahwa untuk menjadi orang penting tidak melulu harus lahir di kampus-kampus tapi sangat mungkin lahir dikampung-kampung kecil dan kumuh. Kondisi saat itu menjadi takdir bagi Andi Depu, ia tak punya kesempatan untuk bersekolah pada jenjang yang lebih tinggi. Namun dari segi agama, ia cukup punya nilai sebab di usia dua belas tahun, ia sudah khatam Qur’an 30 juz.

Semasa kecil, ia mempunyai hobi yang agak aneh. Ia suka panjat pohon, menunggang kuda dan melakukan pekerjaan yang cocok dikerjakan oleh laki-laki. Kendati begitu, ia juga sangat gemar membuat mainan atau accessories serta terbiasa manette’ atau menenun sarung sutra yang disebut dengan lipa sa’be Mandar (sarung Mandar). Sifat dan karakter Andi Depu yang terkesan kelaki-lakian tersebut rupanya menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum bangsawan maupun rakyat jelata. Ia tak membedakan antara bangsawan dan rakyat biasa dalam hal pertemanan, kaum wanita maupun pria semua bisa ia temani.

Interaksi dengan berbagai lapisan masyarakat itu menyebabkan ia banyak keluar rumah meski dengan sembunyi-sembunyi sampai pada usia 15 tahun, ia dengan mudah keluar masuk istana untuk mengunjungi keluarga dan gadis-gadis lain yang sebaya dengannya. Dan dari semua itu, kalangan keluarga kerajaan sudah punya rancangan bangun masa depan Andi Depu, terlebih tradisi di Mandar bahwa yang menjadi pertimbangan Dewan Hadat dalam memilih seseorang menjadi raja adalah waktu kelahiran menjadi salah satu pertimbangan penting. Anak yang lahir ketika orang tuanya berkuasa lebih berpeluang untuk dipilih dan diangkat menjadi raja.