Laporan: Wahyudi Muslimin
BAGAIMANA melukiskan rindu terpendam? Seperti itulah yang dirasakan warga Wonomulyo yang menantikan pembukaan Wonomulyo Carnival 2023.
Mereka berduyun-duyun datang memenuhi area pendopo dan alun-alun Wonomulyo bersama anak demi ‘mengentaskan rindunya’ berbaur, berpesta dalam bingkai keberagaman suku dan latar budaya.
Menurut Irwan, generasi yang lahir tahun 70-an dan menjalani masa mudanya di era 90-an di Wonomulyo, menyebut bahwa suasana Wonomulyo Carnival tersebut dialaminya serasa pada masa 1990-an.
“Ada reog, ada barongan dan ada kebersamaan antar etnis,” kisahnya kepada mandarnesia.com, pada malam pentas seni dan budaya di alun-alun kota Wonomulyo.
Warga berdatangan sekitar pukul 13.00 Wita untuk menyaksikan bagaimana perhelatan Hari Jadi kota mereka yang ke-86. Perayaan ini pertama kali dilaksanakan sejak negeri ini Merdeka dari Hindia Belanda.

Sebelum bernama Wonomulyo, kawasan ini disebut Kolonisasi Mapilli, dulu merupakan hamparan hutan rawa tak berpenghuni. Banyak duka dan pengorbanan ketika kawasan ini mulai dibuka lewat program kolonisasi atau bedhol deso, yang merupakan strategi Belanda untuk mengembangkan sektor perkebunan di luar Jawa.
Tidak heran di Wonomulyo kemudian banyak teradopsi nama-nama seperti yang ada di daerah pulau Jawa seperti Yogya, Tulungagung, Kediri, Cerbon, Bumiayu dll.
Tanah subur ini oleh Raden Soeparman selaku Wedhono (setingkat Camat) menyematkan harapan besar itu dan memberinya nama “Hutan Mulia” sebagai tanah harapan menjadi WONOMULYO. Inilah yang memantik kedatangan etnik lokal Mandar, Bugis, Toraja Makassar, kemudian dari para pendatang inilah yang memberinya nama selain Wonomulyo, yaitu “Kappung Jawa”.
Tanah bersama bernama Wonomulyo harus diakui menjadi momen akulturasi dan asimilasi yang sangat berhasil dan menciptakan suasana yang sangat kondusif bagi dinamika kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan politik. Diaspora itu juga menunjang dinamika sosial ekonomi di Polewali Mandar dan Sulawesi Barat.
Wonomulyo ataupun Kappung Jawa sangat pantas untuk dipahami dan memetik pembelajaran bahwa heterogenitas tidak mesti berpotensi konflik. Justru nilai yang lahir dari konsepsi hutan mulia tersebut telah merekatkan kebersamaan dalam bingkai budaya yang begitu kokoh hingga saat ini.
Tema “PESTA BUDAYA, SEJARAH, SELAMANYA…” tahun ini diangkat kepermukaan dan menjadi momentum tahunan kita bersama.

Menurut Dr. Abd. Rahman Hamid Dosen Sejarah Universitas Raden Intan Lampung dalam paparannya saat menyampaikan materi seminar tentang hari jadi Wonomulyo tahun lalu, dia mendapatkan catatan Leysd yang menyebut bahwa perayaan hari jadi Wonomulyo itu dilakukan tujuh hari tujuh malam.
Nah, para penggagas peringatan hari jadi ini berfikir untuk melakukan hal serupa, apa yang pernah terjadi di tanah harapan Wonomulyo. Tanah harapan adalah makna lain dari Wonomulyo menurut Bambang Tri Santoso, yang juga seorang dalang ketika bertandang ke Wonomulyo dan menyempatkan diri untuk melihat kondisi wayang yang disimpan di kantor Desa Bumiayu, Kecamatan Wonomulyo. Menurutnya wayang yang sudah puluhan tahun tersimpan tersebut sudah mengalami kerusakan dan perlu diperbaharui.
Kedatangannya ke Wonomulyo sebagai Koordinator Komunitas TIK di Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Ditjen Aptika Kemkominfo) yang kebetulan memiliki kegiatan di SMK YPPP Wonomulyo bersama para relawan TIK Sulawesi Barat.
Wonomulyo Carnival yang pertama dimulai Sabtu, 9 Desember 2023. Pembukaannya dihadiri Pj. Gubernur Sulawesi Barat Prof. Dr. Zudan Arif Fakrullah, Bupati Polewali Mandar H. Andi Ibrahim Masdar, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Barat, Kadis Kominfo Pers Sulawesi Barat, Asisten 1 Pemerintahan Kabupaten Polewali Mandar yang juga sebagai Plt. Kadis DLHK Polewali Mandar, Ibu Dr. Hj. Agusnia Hasan Sulur, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Polewali Mandar, Abd. Haris Syahril dan Kadis Pemuda Olahraga dan Pariwisata Polewali Mandar Dr. Aco Musaddad HM., S. Ag., M.Si.
Acara yang sedianya dimulai pukul 16.00 Wita dimajukan ke sekitar pukul 14.30 atau karena menyesuaikan dengan jadwal Pj. Gubernur Sulawesi Barat.
Wonomulyo Carnival ini juga merangkai berbagai kegiatan seperti Pameran Foto Tempo Dulu Wonomulyo, Donor Darah oleh PMI Wonomulyo, Pasar Murah dari Bulog Polewali Mandar, Pembagian Makanan Tambahan bagi balita dan ibu hamil, dan pemeriksaan kesehatan gratis bersama AKPER YPPP Wonomulyo serta RSUD Pratama dan Puskesmas Wonomulyo.
“Kejadian hari ini merupakan berkah bagi kita semua sebagai masyarakat yang lahir dan hidup di Wonomulyo,” sebut Ichsan Sahibuddin Ketua Panitia perhelatan Wonomulyo Carnival 2023, dalam sambutannya.
Ichsan juga menyebut bahwa perisitiwa hari ini merupakan berkat usaha dari Abdul Halim selaku Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Barat. Wakil rakyat ini mengusulkan ke pemerintah provinsi untuk menjadikannya sebagai kegiatan pada item kebudayaan.
Sebagai tim penggagas Abdul Halim, memberikan prolognya Hari Jadi Wonomulyo bahwa kegiatan 9-10 Desember 2023 ini sesungguhnya merupakan aspirasi dari masyarakat Wonomulyo secara luas.

“Pak Gubernur, di Wonomulyo ini ada wilayah bernama Jogja Lama dan Jogja Baru,” disambut riuh hadirin yang mengikuti pembukaan Sabtu kemarin.
Bupati Polewali Mandar H. Andi Ibrahim Masdar, dalam sambutannya menyampaikan rasa terima kasihnya kepada masyarakat Wonomulyo yang telah bersamanya dalam kurun pemerintahan dua periode.
Sambutan Andi Ibrahim Masdar cukup mengharukan karena beberapa kali sempat tercekat, merasa sedih karena juga harus pamit sebagai Bupati Polewali Mandar. Beberapa lama orang nomor satu Polewali Mandar itu menyeka mata yang sembab.
“Cuacanya panas ya, tapi kenapa ada hujan,” sebutnya dalam sambutannya.
Saat memberi sambutan setidaknya AIM mengusap air matanya hingga tiga kali. Pernyataan perpisahan yang disampaikannya mengundang keharuan yang disertai tepuk tangan ratusan warga yang memenuhi tenda undangan.
“Saya mohon maaf, mungkin ini sekaligus sambutan perpisahan saya selaku bupati,” ujar AIM lalu berhenti hampir semenit. Ratusan undangan yang berada di bawah tenda kerucut putih lalu merespon sambil bertepuk tangan.
Pj. Gubernur Sulawesi Barat dalam sambutannya yang diawali dengan bahasa Jawa, sontak disambut riuh masyarakat. Semua kalimat dalam dialeg khas Jawa itu selalu direspons langsung karena yang mendengar kalimat Prof. Zudan memahami artinya.
“Bapak semua semoga tambah maju, rejekinya banyak yang puteranya sudah dua jangan nambah lagi.” Undangan yang terdiri Camat Wonomulyo, tokoh masyarakat kepala desa se-Wonomulyo dan kaum muda riuh terdengar.
“Saya melihat Wonomulyo ini sejahtera, gedungnya bagus-bagus, bangunan rumahnya luar biasa,” sebut Prof. Zudan.
Dalam sambutannya Prof Zudan tidak lupa berpantun sambil meminta “cakep” kepada hadirin. “Presiden pertama bernama Soekarno, Membawa Indonesia jadi Merdeka, Selamat ulang tahun Kecamatan Wonomulyo, semoga rakyatnya makin makmur dan sejahtera.”
Dia juga menyebut bahwa mendukung penuh kegiatan seperti ini, sambil mengajak kepada masyarakat untuk selalu menjaga kekompakan, menjaga kerukunan dan pembangunan mari kita teruskan dan terus bekerja.
“Kita buat masyarakat kita sejahtera, yaitu sehat, pintar dan duitnya banyak dan bahagia, tolak ukuranya ada di dalam hati. Masyarakat bahagia adalah masyarakat yang penuh syukur, kalau kita sudah sabar kemudian syukur, insya Allah kita akan selamat,” harapnya. (*)