Reporter: Sudirman Syarif
MAMUJU, mandarnesia.com — Gempa merusak yang terjadi Kamis dan Jumat Bulan Januari lalu menyisakan rasa trauma. Dimana, gempa yang dirasakan paling kuat 6,2 magnitudo Jumat dini hari itu, ribuan warga Majene-Mamuju masih bertahan di tenda pengungsian. Sebagai lagi telah pulang, dan memasang tenda di halaman rumah.
Tak banyak yang bisa dilakukan, namun proses pemulihan telah berlangsung perlahan. Pasca gempa di Sulbar, BMKG menyebut, aktivitas gempa meningkat di Bulan Januari, bukan hanya di Sulawesi Barat, namun pulau seperti, Aceh, Lampung, NTT juga mengalami hal serupa. Namun frekuensinya, Pulau Sulawesi memperlihatkan frekuensi paling banyak.
Untuk Gempa Mamuju-Majene, Hasil monitoring BMKG, memang sudah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Sehingga gempa susulan itu jarang terjadi.
“Ini sebenarnya pertanda baik untuk saudara-saudara kita di sana (Sulbar). Karena ada kemungkinan memang gempa susulan itu berakhir lebih cepat. Karena kita melihat karakteristik gempa Mamuju ini sangat miskin gempa susulan, dan itu sebenarnya patut kita syukuri,” kata Koordinator Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono seperti dikutip di channel YouTube, Cerita Anak Mandar, Selasa (16/2/2021).
Ia menyampaikan, gempa di Sulbar beda dengan gempa-gempa yang di tempat lain. Di tempat lain, gempa susulan bisa sampai 1.000 kali.
“Kalau yang kasus Mamuju ini, memang cukup aneh. Karena memang gempa kerak dangkal dengan kekuatan 6,2 itu susulannya sedikit. Seperti di Ambon itu memang gempa susulannya banyak,” ungkapnya.
Hal menarik kata dia, berkaitan dengan gempa Majene-Mamuju, menjadi sebuah bukti baru bahwa gempa dangkal dengan kekuatan besar, ternyata gempa susulannya tidak lebih dari 50. ini menjadi sebuah fenomena baru bahwa ini patut untuk diteliti.
Adapun untuk kemungkinan terjadinya gempa dengan kekuatan lebih besar, ia menyebut memang sulit diprediksi. Saat ini sumber gempa mengalami deformasi atau pergeseran. Tapi kalau sumber di tempat lain, itu masih agak kemungkinan. Tetapi untuk sumber yang saat ini dirilis yang pusatnya di 5,9 sama 6,2, di tempatnya itu, sudah kecil sekali kemungkinan terjadi gempa kuat.
Ia mencatat, gempa dan tsunami di Sulawesi itu cukup banyak. Tsunami itu sudah terjadi 25 kali. Kalau gempa kuat dan merusak itu sudah lebih dari 44 kali. Sehingga gempa besar merusak dan menimbulkan tsunami 69 kali.
Paling banyak di daerah Sulawesi. Yang minim hanya di Makassar. Yang lain memiliki catatan gempa kuat.
“Sulawesi itu kawasan yang tertekan dari timur juga. Dari benua kecil rangga tulang, yaitu menekan ke Barat ke Pulau Sulawesi yaitu yang menggerakkan sesar matano, sesar palu koro yang gempa tsunami 2018. Itu karena tekanan kuat dari Timur Tengah. Sehingga banyak sekali sesar aktif, lebih dari 45 sesar aktif,” ujarnya.
Di Sulbar sendiri terjadi dua kali tsunami dan sekitar 7 kali gempa merusak. Hanya saja dokumentasi gempa di Sulbar hanya mengandalkan catatan dari Pemerintah Kolonial. Jadi kalau melihat bahwa itu baru terjadi tsunami, karena memang dokumentasinya baru.
“Tapi yang sebelumnya tentu ada kalau kita menyusun berkembangnya,” tutupnya.