MANDARNESIA.COM, Mamuju — Malam mulai larut di RM. Cilacap, Jl. Bau Massepe, Mamuju. Namun di salah satu sudut rumah makan itu, semangat justru sedang menyala. Puluhan ASN dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulawesi Barat berkumpul untuk sesuatu yang tak biasa: belajar menulis berita.
Pada Rabu, 30 Juli 2025, jelang pukul 20.00 WITA, kegiatan bertajuk “Diskusi dan Coaching Digital” dimulai. Bukan sekadar pelatihan biasa, malam itu menjadi ruang refleksi bersama tentang pentingnya komunikasi pemerintah yang humanis, kuat secara narasi, dan peka terhadap isu-isu publik.
Di tengah tatanan meja makan yang sederhana namun hangat, hadir Adi Arwan Alimin, S.Pd., M.Pd., seorang tokoh media di Sulbar, dikenal sebagai Direktur Insight Mandarnesia. Ia bukan hanya datang membawa ilmu jurnalistik, tetapi juga membawa pesan yang dalam, “Jangan berdiskusi dengan orang yang malas membaca.”
Mengenalkan Esensi Jurnalisme untuk ASN
Dengan lugas dan tenang, Adi membuka sesi dengan memperkenalkan kembali apa yang kerap dilupakan: esensi jurnalistik berbasis 5W + 1H. Baginya, teknik ini bukan sekadar rumus baku dalam penulisan berita, tapi alat untuk menggali makna di balik peristiwa.
“Menulis untuk kehumasan pemerintah itu berbeda. Kita tidak hanya bicara tentang peristiwa, tapi juga tentang pelayanan publik, tentang kebijakan yang harus dimengerti masyarakat, dan tentang menghindari miskomunikasi”.
Ia mengajak peserta untuk tidak asal dokumentasi, tapi mulai memikirkan strategi: bagaimana sudut pandang (angle) berita bisa menyentuh sisi kemanusiaan, menyentuh hati warga, bukan hanya informatif di permukaan.
Media Pemerintah, Harus Kompetitif dan Reflektif
Diskusi pun merambah ke hal yang lebih kritis: bagaimana DKP Sulbar bisa bersaing dengan OPD lain dalam pengelolaan media sosial dan diseminasi informasi”. Adi menekankan bahwa performa kehumasan bisa diukur dari apa yang dilakukan personil setiap hari. Bukan teori semata.
Ia menyarankan agar ASN DKP lebih peduli terhadap setiap konten yang diterbitkan. Misalnya, saat terjadi gempa laut, bagaimana DKP bisa cepat menyampaikan apakah nelayan aman untuk melaut atau tidak. Bukan hanya menunggu wartawan bertanya, tapi proaktif menyampaikan informasi.
“Sudah pernahkah DKP ditanya wartawan dan tak bisa menjawab ? Itu artinya kita belum siap. ASN kehumasan harus tahu kualitas informasi, bukan hanya jumlah berita yang diposting,” ujarnya tajam.
Tak hanya menulis, Adi juga membahas “pengambilan gambar” yang benar saat peliputan, pentingnya memahami narasumber, serta “human interest’ sebagai pendekatan strategis : menggabungkan regulasi, data teknis, dan aspirasi masyarakat.
Peserta Bersuara: Mimpi Jadi Buku, Cita Jadi Nelayan
Malam itu bukan hanya tempat untuk mendengar, tetapi juga untuk bermimpi.
Rusman Rusli, salah satu peserta, mengusulkan ide segar : memberikan reward tahunan kepada ASN Pemprov yang mampu menulis dan menerbitkan buku. “Ini bisa menjadi bentuk apresiasi literasi yang berdampak luas,” katanya.
Ia pun menyelipkan harapan pribadinya yang menggugah. “Suatu hari, mahasiswa perikanan yang baru lulus bisa bercita-cita jadi nelayan. Bukan karena tak punya pilihan, tapi karena pemberitaan DKP yang membanggakan profesi itu.”
Sementara itu, Ahmadi, ST, MM, sang moderator, memberikan penutup dengan ajakan konkret. Ia meminta seluruh peserta membuat video pendek ucapan HUT ke-80 RI, sebagai bentuk kontribusi ASN dalam membangun nasionalisme digital.
Malam yang Mengubah Pandangan
Pelatihan malam itu bukan hanya membahas teknik menulis. Ia mengubah cara pandang. Bahwa kehumasan bukan pekerjaan pelengkap, tapi ujung tombak komunikasi pemerintah. Bahwa satu tulisan bisa menggerakkan opini. Dan satu berita bisa menjadi jembatan antara kebijakan dan penerimaan masyarakat.
Di akhir sesi, Adi Arwan meninggalkan kalimat yang masih menggema:
“Kita hidup di tengah derasnya informasi. Tapi bukan semua yang deras itu jelas. Tugas kita adalah menjernihkannya.”
Dan dari rumah makan kecil di Mamuju, para ASN DKP Sulbar malam itu pulang membawa lebih dari sekadar ilmu—mereka pulang membawa tanggung jawab baru: menjadi penulis perubahan di instansi mereka sendiri(wrt/*).