Ekosistem Kebudayaan dan Public Art

Ketika suatu masa misalnya pemerintah kelihatannya lebih dominan menggaungkan pewarisan, pelestarian dan penjagaan karya kesenian tradisional tanpa seimbangkan wacana serta isu-isu kesenian modern-kontemporer, maka konsekuensinya akan membawa perkembangan kesenian yang hanya bertumpu pada kubangan masa lalu, termasuk khususnya pada perkembangan kesenian di daerah.

Sekaitan dengan peristiwa, fakta dan segumpal harapan serta kekayaan perkembangan cuaca kebudayaan tadi,

Pergolakan pemikiran ini semakin bergelombang, ketika saya pernah mendengar dari orang tua (sebutlah pemerhati budaya), saat bincang bincang lepas di suatu kegiatan, bahwa sekitar tahun 80 an (sebelum provinsi Sulawesi Barat yang tercinta ini lahir), sudah pernah terjadi peristiwa intelektual kebudayaan yang menurut saya monumental dan penting sebagai sejarah serta sumber pengetahuan.

Yang merupakan hasil kegelisahan serta kepedulian orang tua kita dahulu, yakni suatu kegiatan: SEMINAR KEBUDAYAAN MANDAR yang pernah dilaksanakan di Majene dan Tinambung (Polmas saat Itu).

Baru beberapa tahun kemudian, cerita itu tidak hanya kudengar, dan rasa penasaran saya terpenuhi ketika salah satu sobat penggerak budaya, menyodorkan atau memperlihatkan satu bundel hasil laporan Seminar Kebudayaan Mandar pertama tersebut, dengan ketebalan sekitar 5 cm yang berkertas HVS coklat lusuh serta tulisan mesin ketik lama. Bagian bawah pada covernya jelas tertulis: Laporan Hasil Seminar Kebudayaan Mandar I, tanggal 31 juli – 2 agustus 1984, di Majene.

Suatu Seminar kebudayaan yang kala itu disupport oleh gubernur Sulawesi Selatan serta tiga kabupaten daerah tingkat II Polmas, Majene dan Mamuju, tentu saja didukung dan dihadiri oleh para budayawan, ilmuwan, sejarahwan, tokoh masyarakat, seniman dan mahasiswa yang aktif dalam membangun serta mengembangkan kebudayaan yang sedang berkembang.

Oleh karena itu, untuk menapaktilasi hasil seminar kebudayaan pertama, sebelum Sulawesi Barat ini terwujud, dimana di dalam hasil laporannya, juga terdapat berbagai tulisan makalah yang mencakup: aspek sejarah, stratifikasi sosial, bahasa dan kesenian.

Di sini saya akan menyebut beberepa saja, terkhusus yang mengupas hal aspek kesenian, diantaranya yakni makalah yang dibuat dan dipaparkan oleh Alm. Andi Syaiful Sinrang dengan tema: Kesenian Mandar dan Pengembangannya, serta Alm. Husni Djamaluddin yang bertema: Kesenian Mandar dan Masalah Kreatifitas.

Dua tema dalam aspek kesenian, sebagaimana yang tertulis dalam hasil laporan seminar kebudayaan pertama, melahirkan hasil rumusan-rumusan kesimpulan dan saran.

Secara padat saya akan bacakan beberapa rumusan kesimpulan dan saran, sebagai perbandingan bahwa, sampai dimana olahan pemikiran, upaya dan harapan, yang memungkinkan masih aktual dan tidaknya dalam upaya pemajuan kebudayaan kita sekarang.

Kesimpulan

  • Kesenian Mandar tradisional yang kita warisi sekarang ini, adalah karya-karya yang dihasilkan oleh seniman-seniman Mandar dulu kala yang mampu mengekspresikan dirinya lewat media seni dengan tingkat kreatifitas yang tinggi dengan tingkat kecerdasan yang tinggi pula.
  • Tanpa kreatifitas baru, kesenian Mandar akan menuju kepunahannya sendiri. Dan dengan hanya membanggakan karya karya kesenian masa lampau, generasi masa kini hanya akan menjadi PARASIT KEBUDAYAAN, dan tidak bakal pernah menjadi generator perkembangan budaya masyarakatnya.
  • Kesenian sebagai media ekspresi diri, media komunikasi, media edukasi dan media rekreasi masih mungkin bagi generasi muda masyarakat Mandar, dalam makna budaya dan seni kreatif.

Saran-saran:

  1. Perlu diintensifkan inventarisasi karya-karya kesenian baik yang tradisional maupun yang kontemporer.
  2. Perlu dirangsang pertumbuhan kreatifitas baru dalam mengembangkan kesenian kontemporer, dengan mengadakan lomba penciptaan, kalindaqdaq-kalindaqdaq baru, lomba penataan tari, cipta elong-elong, lomba cipta dalam berbagai media seni rupa dan sebagainya.
  3. Masyarakat perlu memiliki kesadaran berkesenian yang lebih memberikan akomodasi dan apresiasi terhadap kesenian kreatif, dari pada merasa selesai dengan sekedar kegiatan-kegiatan kesenian rekreatif.
  4. Perlu dibentuk suatu wadah pengkajian sejarah dan seni budaya di bawah pengawasan pemerintahn daerah dan departemen pendidikan dan kebudayaan.
  5. Agar semua pihak senantiasa memperlihatkan kejujurannya dalam membuat lagu/nyanyian Mandar dengan tidak menjiplak, tidak mengubah, tidak merusak lagu dan syair yang telah ada.

Itulah sedikit gambaran dari hasil rumusan laporan kesimpulan dan saran seminar kebudayaan Mandar pertama pada aspek kesenian.

Dan untuk menghargai upaya para pendahulu, yang telah merintis pemajuan kebudayaan di daerah kita, mengingat nama-nama tokoh yang mungkin atau rata-rata sudah almarhum terlibat di dalamnya, yakni: Alm. Andi Depu Ibu Agung, Alm. Baharuddin Lopa, Basri Hasanuddin dan beberapa tokoh lainnya sebagai penasehat,

Alm. Husni Djamaluddin, Saiful Sinrang, Mu’is Mandra dan sederet tokoh lainnya sebagi perumus khusus pada aspek kesenian.

Ada nama: Ahmad Sahur, M.T. Azis Syah, dan seluruh yang terlibat dalam Seminar Kebudayaan Mandar tempo itu.

Yang telah mendahului kita semua, bersama-sama kita kirimkan al fatihah. Al fatihah.