Ekosistem Kebudayaan dan Public Art

Disampaikan pada Orasi Budaya Pembukaan Mandar Public Art 2025

Oleh: Muhammad Rahmat Muchtar

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Kebudayaan memiliki beberapa unsur utama yang membentuknya sebagai system yang saling berinteraksi dalam suatu masyarakat dan membentuk cara hidup pandangan berbangsa, dan daerah tertentu.

Umumnya unsur tersebut yang tercantum dalam undang-undang pemajuan kebudayaan meliputi: adat istiadat, bahasa, manuskrip, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, permainan rakyat, ritus, seni, teknologi tradisional dan tradisi lisan. Kelihatannya dominan istilah ketradisional ya, sudah ada juga olahraga tradisional dan permainan rakyat. Nampaknya saya sudah miskin literasi hal ini, tapi tak apalah, yang penting masih bisa nyicil baca alqur’an dan terjemahan.

Namun, meski bercitra tradisional tadi, tentu dalam aplikasinya ada langkah-langkah strategis pengembangan dan kemerdekaan ekplorasi berkarya guna pemajuan, penyesuaian kebudayaan baru terhadap apa dan media bagaimana yang dapat diapresiasi oleh suatu masyarakat.

Tentu sebelumnya kita tidak akan tahu, mana yang akan disukai masyarakat pendukung kebudayaan itu dan mana yang akan langgeng sebagai suatu produk tradisional dan modern. Bisa jadi 100 – 200 tahun ke depan karya-karya kontemporer kita sudah masuk dalam daftar list tradisional juga. Ya tidaklah…! jangan membingungkan kurikulum budaya, cukup kurikulum pendidikan yang terus berganti.

Sama saja, budaya kan juga masuk dalam labirin pendidikan kita. Semakin konyol literasi saya. Sudah, berkarya sajalah. Yakin dan total. Toh bisa jadi awal-awal lahir dan berkembangnya, katakanlah musik pakkacaping dan sayang-sayang di Mandar juga tidak pernah berpikir itu sebelumnya. Tidak ada survey, memangnya alfa mart dan indomaret yang butuh survey. Enjoy saja mereka melayani khusyu kreatif dan masyarakat pendukungnya.  

Setelah saya membacanya kembali lebih seksama, ternyata ada penggemukan unsur dari semula 7 menjadi 10 unsur kebudayaan. Dan sebelum lahirnya UU pemajuan kebudayaan, ada dua unsur yang nampak dilebur atau dibeda istilahkan, yakni unsur Religi & Mata Pencaharian, yang ternyata masuk dalam wewenang kementrian agama dan ketenagakerjaan.

Meski demikian, dapat pula terurai di dalam unsur Ritus dan Teknologi Tradisional, berupa mata pencaharian-keterampilan tangan dll. Walhasil, yang ada unsur di situ, ada juga terkandung di sini, demikianpun sebaliknya, meskipun ada prioritas tata kelola dan pengembangannya nanti.

Melihat pematang kebudayaan yang luas dan saling berhubung, tentu kita kan berupaya menemukan ekosistem yang saling terbuka, luas dan rileks cara pandangnya. Mungkin kita tidak perlu terlalu banyak rapat-rapat dan apalah semacamnya, apalagi sudah efisiensi. Satu rim bahkan 40 helai kertas hps saja terasa sulit.

Paling tidak bincang-bincang santai atau lesehan budaya di tiap-tiap kantong budaya masing-masing dari berbagai kompetensi ilmu yang tidak hanya dari basic seni, dapat kita hela, ditampung guna menemukan rumusan kebijakan dan strategi kebudayaan.

Dengan meminimalisir sekat-sekat antara sektor atau unsur-unsur kebudayaan yang ada. Agar tidak hanya menjadi sekedar pertemuan formalitas yang hasilnya sudah jadi dari awal. Setidaknya kita tidak gampang merasa puas memilah rangkuman secara sektoral unsur seni, tradisi lisan, pengetahuan tradisional, dan lain-lain. Sebab upaya-upaya melakukan pendekatan sektoral saja lewat unsur yang ada, tentu tidak mudah selaras dinamika masyarakat dalam mencipta dan mengelola kebudayaan yang kita tuntut untuk berkembang.

Masyarakat sebagai pelaku kebudayaan itu sendiri lewat keterhubungan dari berbagai komponen, akan nampak terjamah keterjalinannya atas pertimbangan yang matang setiap unsur dan ekosistem lainnya yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi.

Satu unsur saja sangat memungkinkan menggerakkan berbagai lingkup kebudayaan secara bersamaan.