Digebuk Pandemi, Pertanian jadi Sandaran Ekonomi Sulbar

Oleh: Pertiwi Tanihaha

(Statistisik di BPS Provinsi Sulawesi Barat)

Pandemi Covid-19 telah melibas segala aspek kehidupan, tidak hanya kesehatan melainkan juga perekonomian. Imbas pandemi ini dirasakan hampir di seluruh wilayah. Bahkan, beberapa daerah sudah tergelincir ke jurang resesi selama tiga kuartal berturut-turut di tahun 2020. Hanya ada 3 dari 34 provinsi di Indonesia yang masih bisa tumbuh positif, yaitu Maluku Utara, Sulawesi Tengah dan Papua.

Sulawesi Barat termasuk daerah dengan pertumbuhan ekonomi minus selama tiga kuartal berturut-turut. Kontraksi pertama terjadi pada kuartal II 2020, dengan kinerja ekonomi minus 0,79 persen (yoy). Kontraksi tersebut masih berlanjut di kuartal III dan IV dengan angka minus sebesar 5,26 persen (yoy) dan 7,51 persen (yoy).

Rilis resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Barat pada 5 Februari 2021 konfirmasi terjadinya resesi ekonomi tersebut. Secara kumulatif, ekonomi Sulawesi Barat di tahun 2020 tumbuh minus 2,42 persen. Sedikit lebih dalam dibandingkan nasional yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07 persen. Kondisi ini sangat parah mengingat resesi ekonomi merupakan yang pertama kali sejak Sulawesi Barat berdiri.

Sebagian besar lapangan usaha di Sulawesi Barat terganggu oleh wabah virus corona. Kontraksi terjadi dengan besaran yang bervariasi antar lapangan usaha. Kontraksi terdalam terjadi pada lapangan usaha Konstruksi sebesar 13,31 persen; diikuti Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 8,61 persen; dan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 7,19 persen.

Meskipun pandemi memengaruhi kinerja banyak lapangan usaha namun masih ada lapangan usaha di Sulawesi Barat yang tidak terpengaruh. Sebanyak tujuh lapangan usaha di Sulawesi Barat tercatat meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Lapangan usaha dengan pertumbuhan positif tertinggi yaitu Listrik dan Gas sebesar 6,85 persen; Jasa Keuangan sebesar 6,76 persen; dan Infokom sebesar 5,73 persen.

Tidak hanya itu, pertanian yang merupakan sektor kunci pembangunan di Sulawesi Barat juga menunjukan kinerja yang baik.  Pertanian yang dimaksud yaitu mencakup pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Walau sempat mengalami kontraksi pada kuartal III sebesar 2,61 persen dan kuartal IV sebesar 4,03 persen, namun secara kumulatif Pertanian Sulawesi Barat tumbuh 0,54 persen di tahun 2020.
Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 4,62 persen.

Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) menunjukkan bahwa hingga saat ini pertanian masih menjadi pilihan favorit kebanyakan pekerja di Sulawesi Barat. Pada Agustus 2020 tercatat sebanyak 50,19 persen penduduk bekerja di Sulawesi Barat menjadikan pertanian sebagai lapangan usaha utama. Sejalan dengan hal tersebut, pertanian berhasil menyumbang 42,57 persen dari keseluruhan nilai tambah yang tercipta di Sulawesi Barat tahun 2020. Sebuah kontribusi yang besar.

Dari sisi penyerapan tenaga kerja, pertanian adalah penyerap tenaga kerja terbanyak. Demikian pula dalam hal penciptaan nilai tambah. Pertanian juga merupakan penyumbang nilai tambah terbesar. Dominasi sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja maupun menciptakan nilai tambah menunjukkan eksistensi sektor ini terhadap perekonomian Sulawesi Barat.

Namun demikian, sumbangan sebesar 42,57 persen pada ekonomi Sulawesi Barat yang diikuti dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 50,19 persen bukanlah sesuatu yang ideal. Angka ini menggambarkan betapa nilai tambah yang tercipta harus dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang sangat besar hingga menghasilkan proporsi yang relatif kecil. Bandingkan dengan sektor industri maupun jasa dimana kontribusi nilai tambah masih lebih besar dari kontribusi tenaga kerja yang bekerja pada sektor bersangkutan.

Sehingga, tidak salah kiranya jika sektor pertanian masih rentan terhadap kemiskinan. Jika kita menengok ke belakang, perjalanan sektor pertanian dalam geliat pembangunan Sulawesi Barat menunjukan trend menurun. Masyarakat perlahan meninggalkan pertanian untuk menggarap sektor lain yang lebih mampu menciptakan nilai tambah dalam jumlah besar.

Dalam beberapa tahun terakhir, peran sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja menurun. Pada tahun 2010 terdapat sekitar 320,18 ribu tenaga kerja sektor pertanian (62,19 persen dari penduduk yang bekerja). Besaran tersebut kemudian menurun menjadi 309,22 ribu atau setara dengan 46,82 persen penduduk yang bekerja pada tahun 2019.

Sementara dalam hal penciptaan nilai tambah, kontribusi sektor pertanian dari tahun 2010 ke tahun 2019 mengalami penurunan dari 47,79 persen menjadi 41,37 persen.

Namun yang terjadi selanjutnya di luar perkiraan, serangan Covid-19 menggiatkan kembali sektor pertanian. Pertanian menjadi sektor yang tetap tumbuh dan bertahan dari pukulan tersebut. Kontribusi Pertanian dalam penciptaan nilai tambah pada tahun 2020 meningkat 1,20 poin persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Selain itu, terjadi pergeseran tenaga kerja ke sektor pertanian. BPS mencatat adanya peningkatan jumlah tenaga kerja di lapangan usaha ini sebesar 3,37 persen pada Agustus 2020. Sehingga tenaga kerja yang ada meningkat 28,55 ribu pekerja dibandingkan tahun lalu. Pergeseran tenaga kerja masuk ke lapangan usaha pertanian lebih banyak daripada yang masuk ke lapangan usaha lainnya.

Data tersebut bisa menjadi pertanda bahwa pertanian merupakan zona ekonomi yang tangguh terhadap berbagai gangguan yang diciptakan pandemi Covid-19. Di saat sektor lain lesu, pertanian justru mempertegas peluang untuk menjadi sektor penyangga di masa krisis.

Pertanian menjadi tujuan utama untuk bekerja saat menghadapi masa krisis karena lapangan usaha ini sangat fleksibel sebagai penampung tenaga kerja. Masyarakat dapat langsung menggeluti pekerjaan bertani tanpa harus memiliki skill khusus. Meskipun mengetahui balas jasa atau produktivitas pertanian sangat rendah namun mereka mau melakukan usaha tani untuk bertahan hidup.

Oleh karena itu, pemerintah Sulawesi Barat dan jajarannya diharapkan dapat memprioritaskan kemajuan pertanian dan kesejahteraan pekerja pada lapangan usaha ini. Hal ini untuk mengurangi tingkat pengangguran terbuka hingga kemiskinan yang semakin besar akibat Covid-19.