Defisit Jaminan Kesehatan Nasional, Yasmib Inginkan Ada Perbaikan Data

Reporter: Sudirman Syarif

MAMUJU, mandarnesia.com — Swadaya Mitra Bangsa (Yasmib) Sulawesi bersama Lembaga Prakarsa mengeluarkan hasil penelitian terkait dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Direktur Yasmib Sulawesi Rosniaty Azis mengerucutkan dua rencana tindak lanjut yang akan dilakukan.

Bagaimana memperbaiki data, sehingga data masyarakat miskin tervalidasi dengan baik dan basisnya berbasis desa. “Kita berharap bahwa ini bisa ditindaklanjuti Pemerintah Kabupaten Mamuju dalam hal ini, Bapepan, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Sosial dan perwakilan dari pemerintah desa.”

“Kemudian selanjutnya Yasmin ke depan, bias mensupport Pemerintah Kabupaten Mamuju untuk melakukan pengkajian terkait dengan evaluasi. Sampai sejauh mana penggunaan anggaran yang telah disalurkan dan diprogramkan melalui OPD masing-masing, dalam mengatasi permasalahan kemiskinan di Kabupaten Mamuju, baik sektor pendidikan, kesehatan kemudian sektor layanan sosial yang lainnya,” kata Rosniaty usai acara Implementasi Jaminan Kesehatan di Maleo, Senin (27/1/2020).

Terkait dengan implementsi JKN, Rosmiati menyampaikan memang ada beberapa kondisi yang ditemukan. Dari sisi pesertanya, masih ada yang ternyata tidak pasti melakukan pembayaran dengan tepat waktu. Karena kualitas layanan kesehatan yang tidak sesuai dengan ekspektasi.

Kemudian kedua, Lembaga Yasmin melihat bahwa ada kondisi yang menyebabkan defisitnya BPJS Kesehatan. Termasuk tentunya di Kabupaten Mamuju, karena klaim dari rumah sakit yang semakin tinggi, kemudian di sisi pendapatan.

“Karena pembayaran sumber pendapatan BPJS kan hanya dari yuran peserta, tidak ada sumber-sumber pendapatan yang lain. Inilah yang kita coba dorong bagaimana BPJS juga punya kreativitas untuk mencoba sumber pendapatan yang lain, tidak hanya tergantung pada peserta BPJS,” ungkapnya.

“Berbicara dari segi ekonomi, terkait kasus miskin multidimensi, Sulawesi Barat termasuk provinsi yang kemiskinan multidimensinya besar bersama dengan NTT. Kemiskinan multidimensi bukan hanya dari segi pendapatan, ada berbagai faktor yang mempengaruhi, termasuk faktor fisik dan faktor pendidikan dan sebagainya,” sambungnya.

Ia berharap, ke depan berkontribusi dalam hal ini Pemerintah, bagaimana upaya mencegah terjadinya kemiskinan. Misalnya terjadi gizi buruk, stunting termasuk tinggi di Sulawesi Barat. Kenapa tinggi karena terjadi beberapa faktor,” sambungnya.

Penyebab tersebut, bisa karena pernikahan dini, pola asuh yang tidak bagus, pengetahuan dan pemahaman orang tua, pola asupan makanan, kemudian juga faktor beban ekonomi yang semakin tinggi.

“Tapi kalau misalnya kita lihat, bagaimana biaya kesehatan yang semakin tinggi, meskipun mereka bayar dengan dibayarkan oleh negara. Ternyata fakta di lapangan, kadang mereka harus mengeluarkan biaya tambahan lagi. Pemerintah selama ini sudah memfasilitasi, tapi belum optimal,” tutupnya.