Oleh: Fiqram Iqra Pradana (CEO Manabrain Institute)
Terdapat pertentangan dalam Ilmu Kesehatan, dalam hal ini ilmu kedokteran. Pertama, kita sebut saja aliran pengobatan dan yang kedua kita sebut aliran pencegahan. Aliran pengobatan adalah mereka para ahli kesehatan yang fokus pada pengobatan penyakit, biasanya adalah dokter modern dari dunia Barat yang hanya melihat kesehatan dari aspek fisik saja. Mereka berlandaskan pada pikiran bahwa jika dapat menemukan obat yang mujarab untuk mengobati penyakit tertentu maka angka kematian bisa ditekan.
Aliran pencegahan adalah mereka yang fokus pada pencegahan penyakit. Mereka beranggapan jika mampu melakukan pencegahan lebih awal sebelum sakit, kenapa mesti harus tunggu sakit lalu diobati? Aliran ini fokus mengajarkan pola hidup sehat dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Saya pribadi dalam hal kesehatan, memilih aliran kedua yaitu metode pencegahan. “mencegah lebih baik daripada mengobati”. Jika kita mau sedikit mencari tahu mengenai APBN yang dianggarkan untuk dunia kesehatan terutama penelitian untuk menemukan sebuah obat, ternyata kita akan tercengang melihat kenyataan bahwa ratusan milyar bahkan triliunan dianggarkan untuk penelitian tersebut. Seandainya negara dalam hal ini pemerintah mau fokus pada pola hidup sehat yaitu aliran pencegahan. Bisa hemat banyak APBN Negara kita.
Kehidupan Modern (Modernisme) Vs Pola Hidup Sehat
Modernisme ternyata tidak selalu membawa kebaikan seperti yang diharapkan oleh manusia. Bahkan dampak yang dihasilkan terlalu banyak yang negatif. Saat ini berbagai penyakit psikosomatik sudah banyak ditemukan. Dekadensi moral di kalangan pelajar dan mahasiswa, free sex, criminal, dan anarkisme merupakan beberapa diantaranya. Selain itu kita juga menemukan fakta bahwa penyakit jiwa, stress, depresi, cemas, temperamental, gelisah, paranoid, psikopat, skyzoprenia, split personality adalah jenis penyakit kejiwaan yang banyak ditemukan di era modern. Ternyata modernisme yang kita kenal saat ini diawali dari peradaban Barat modern dengan revolusi industri.
Perubahan budaya yang tidak menunggu kesiapan infrastruktur dan mental, membuat manusia merasakan dehumanisasi. Penggunaan berbagai fasilitas yang meminimalkan personal touch, menghilangkan sisi kemanusiaan yang hangat, ramah dan penolong. Dehumanisasi membuat manusia menjadi lonely, sepi di tengah keramaian, dan menjadi dingin. Kekosongan jiwa –kehampaan- inilah yang membuat manusia kemudian lari kepada drugs, narkotika atau obat-obatan, dan mengkonsumsi obat atau vitamin secara berlebihan akibat kecemasan yang luar biasa atas penyakit.
Sesungguhnya semua fenomena di atas merupakan indikator atas ketidaktenangan jiwa atau ketidakpasrahan jiwa dalam menghadapi berbagai masalah hidup. Hal ini karena dalam paradigma Barat persoalan dunia hanya dapat diselesaikan secara keduniaan saja.
Apalagi di era global ini manusia dituntut untuk serba cepat. Agar mampu survive dalam kehidupan yang seperti itu manusia kemudian memprogram dirinya dengan rasa persaingan yang tinggi. Manusia seakan berlomba dengan waktu, dan tidak memberi ruang pada kekalahan atau kegagalan. Manusia menjadi serakah untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan yang diukur dari sesuatu yang kasat mata, seperti materi atau status sosial.
Pada intinya kita bisa berkesimpulan bahwa modernisme yang kita anggap mewakili kemajuan ternyata tidak mengandung pola hidup sehat didalamnya. Kehidupan modern jika kita ikuti malah membuat kita cepat mati bahkan mati muda. Kita perlu mengusahakan agar hidup sehat, terutama yang jadi tumpuan agar hidup menjadi sehat adalah menjadikan otak kita menjadi sehat. Karena jika otak sehat maka kehidupan kita menjadi sehat. Otak adalah komando tubuh, jika otak sehat maka sehatlah seluruh badan.
Cara Memelihara Otak
Konon, otak orang Indonesia itu tergolong mahal. Dalam suatu pameran bertajuk “Otak-otak se-Dunia” banyak pengunjung tertarik dengan otak Indonesia. Pesanan otak orang Indonesia melebihi pesanan otak Jepang. Para peminat tranplantasi otak memburu otak-otak yang diangkat dari kepala orang Indonesia. Mereka meyakini otak Indonesia lebih unggul dari pada otak Jepang.
Seorang pembeli ketika ditanya alasannya memesan otak Indonesia, dengan enteng menjawab bahwa otak Indonesia masih murni, bersih, fresh, karena jarang dipakai. Ia masih terasa enak jika dijadikan soto otak.