Bawaslu RI Melihat Indikasi Pelanggaran Deklarasi Lima Bupati Agus: Bupati Memiliki Sikap Politik

Mandarnesia.com — Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja melihat deklarasi yang dilakukan lima bupati dan wakil gubernur Sulawesi Barat di pelataran Kantor gubernur Sulbar, Kamis (4/10) lalu terindikasi masuk pelanggaran pemilu.

Menurut Bagja, jabatan yang melekat pada saat mereka sebagai anggota parpol atau ketua parpol mungkin saja, itu boleh-boleh saja keberpihakan. Akan tetapi pada saat mereka memakai baju dinas itu tidak diperkenankan,” kata Bagja kepada mandarnesia.com di Hotel d’Maleo Mamuju, Sabtu (6/10/2018) malam.

Berdasarkan video yang beredar secara berantai, sebagian peserta deklarasi masih menggunakan baju dinas dan pin Garuda yang masih melekat di dada mereka.

Bagja menilai, pin dan baju dinas yang masih melekat, ada identitas yang masih melekat tugas dan fungsi sebagai bupati. “Itu ada dugaan pelanggaran tinggal diperiksa oleh teman-teman Bawaslu.”

“Nggak boleh seperti itu. Pak Jokowi sendiri ketika dia melaksanakan fungsi sebagai kepala negara dia tidak mau ada embel-embel keberpihakan terhadap dirinya. Masa bupati nggak belajar dari presiden kita. Belajar dong ke presiden kita. Presiden telah menunjukkan sikapnya sebagai seorang yang presiden, dan seorang capres ketika acara kenegaraan mereka tidak akan menggunakan,” ungkapnya.

Bagja mengatakan pada saat mereka memakai baju dinas, dia (Bupati) adalah milik semua warga negara yang ada di wilayah itu. Bukan hanya satu parpol.

Sementara itu Tim Pemenangan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Ma’ruf, Agus Ambo Djiwa yang juga ikut dalam deklarasi tersebut menyampaikan tidak ada pelanggaran yang dilakukan dalam deklarasi tersebut.

“Kami kan menyampaikan mendukung, bukan mempengaruhi,” kata Agus Ambo Jiwa kepada mandarnesia.com melalui sambungan telepon, Sabtu (6/10/2018) malam. “Kalau kita berkampanye mengunakan fasilitas negara lain. Kalau kita mendukung kan tidak ada masalah kan,” sambung Agus, yang juga Bupati Pasangkayu ini.

Ketua PDIP Sulbar ini juga menyampaikan, jabatan bupati merupakan jabatan publik. “Kita ketua partai.
Kita kampanye tidak pakai pakaian dinas. Kami mendukung jabatan publik bukan jabatan birokrasi. Bupati kan punya pilihan politik.”

“Namanya negara demokrasi, bupati adalah jabatan politik. Apapun jabatan itu pasti dimanfaatkan. Adakah bupati yang tidak memanfaatkan,” sebutnya. Tapi di saat kita bersifat politik, kita miliki sikap politik. Tapi kalau bupatinya tidak,” jelas tokoh penting dari Mamuju Utara ini.

Reporter: Sudirman Syarif