MAMUJU, Mandarnesia.com-Wilayah Kota Mamuju Kabupaten Mamuju, Sulbar kembali dirundung banjir. Terakhir banjir terparah juga pernah mengepung Kota Mamuju, yaitu Kamis (22/3/2018) tahun lalu.
Nampaknya hari Kamis, jadi hari ‘Keramat’ buat Kota Mamuju. Apakah secara kebetulan atau bukan. Lantaran, satu tahun berturut-turut, tetap hari itu (Kamis) datangnya banjir.
Kamis (28/2/2019) kemarin, hujan deras dari pagi hingga malam hari membuat sungai Karema meluap. Sehingga sebagian warga diungsikan ke daerah yang lebih aman.
Ada yang menganggap, salah satu pemicu banjir adalah kurang taatnya warga dalam membuang sampah pada tempatnya.
“Sebagai warga Mamuju (yang bukan ahli tata kota), saya melihat masalah banjir ini antara lain bermuara pada sampah dan pendangkalan drainase,” kata warga Mamuju Adi Arwan Alimin seperti dikutip dalam akun facebook, Jumat (1/3/2019).
Katanya, semalam bersama warga Jalan Musa Karim, ia berjibaku membersihkan saluran yang sebenarnya sudah baik karena dibeton, tapi menyempit karena ulah sebagian warga sendiri.
“Hari ini pihak terkait mesti menyisir saluran/drainase khususnya di area Jalan Musa Karim I-II,” katanya.
Menurutnya, banjir di sekitar pasar baru disumbang buruknya drainase dari jalur ini, yang dikontribusi derasnya air dari Jalan Diponegoro.
Sampai kapan pun arus dari Diponegoro akan terus berbelok melintasi Hapati Hasan-Musa Karim, jika tidak dibuat terusan di tanjakan setelah simpang empat Diponegoro.
“Awalnya saya berpikir, banjir tidak akan (lagi) mengepung Hapati Hasan di mana rumah dinas bapak Kapolda berada. Karena telah dibuat terusan di simpangan Hapati-Musa. Namun, selain curah hujan yang tinggi, drainase yang tertutup juga memberi andil,” tutur Adi Arwan.
Sebaiknya drainase di Musa Karim, Hapati Hasan, Diponegoro segera dikuras. Alas beton yang menyempitkan perlu dibongkar/ditinggikan.
“Rumah saya semalam juga direndam banjir, karena luapan drainase. Apalagi tetangga di belakang yang mengungsi karena air melewati pinggang. Mereka kuyup dan bolak-balik susah payah mengemasi TV, kulkas dan property lainnya,” ungkap Adi Arwan.
Tentang air yang tak bisa lari ke laut, itu urusan para ahli. Sebab debit hujan akan tetap mencari tempat paling rendah.
“Toh kita sesunguhnya tidak bermukim di bawah permukaan laut, hanya membutuhkan rekayasa tata kota yang brilian dari pemerintah,” jelas Adi Arwan.
“Beberapa kontur tanah lebih tinggi seperti di Musa Karim II ini, koq banjir juga? Itu berarti ada urusan teknis yang belum padu, sebutlah drainase yang baik tapi tidak terjaga. Atau mengenai kesadaran warga pada sampah,” sambungnya.
“Ini bagian dari informasi, konstribusi pun curhat warga ke pihak terkait, agar mendapat solusi. Kami tunggu ya,” sambungnya lagi.
Selain itu, warganet yang lain juga ikut berkomentar tentang banjir yang melanda Mamuju. Ia meminta, pemerintah daerah agar mencari solusi, mulai berbenah, dan mengevaluasi pemicu dari banjir itu.
“Betapa rentan kota Mamuju dengan kondisi Kabupaten Mamuju yang jadi Ibukota Provinsi Sulawesi Barat dengan air bah, hujan dengan debit air besar dan sebentar saja sudah mengenangi seisi kota,” tulis Muhammad Tom Andari dalam akun facebooknya.
“Mungkin sudah waktunya evaluasi penyebabnya. Pemerintah punya kewajibam besar untuk hal ini,” katanya lagi.
Pascabanjir, petugas DLHK Mamuju langsung berjibaku menyisir sampah-sampah dalam Kota Mamuju.
Kadis DLHK Mamuju Hamdhan Malik meminta, agar warga tetap menjaga kebersihan. Utamakan, membuang sampah pada tempatnya.
“Mari kita semua mulai belajar sejak bangun dari tidur hingga tidur kembali, untuk membuang sampah pada tempatnya. Salam Mamuju Mapaccing,” pinta Hamdhan.
Foto: Hamdhan Malik Kadis DLHK Mamuju
Reporter: Busriadi Bustamin