Reporter: Sudirman Syarif
MAMUJU, mandarnesia.com — Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Angraeni menilai rencana penyeragaman Pilkada, Pilpres dan Legislatif akan menimbulkan kekacauan jika dilaksanakan serentak tahun 2024.
“Kalau Pilkadanya di 2024, maka ini akan potensial menimbulkan kekacauan elektoral. Karena berarti akan punya Pileg, Pilpres dan Pilkada di tahun yang sama,” katanya dalam forum diskusi virtual Denpasar 12 Asa Politik 2021, Rabu (6/1/2021).
Bercermin pada Pileg, Pilpres bersamaan, banyak korban jiwa petugas. Bahkan 400 orang lebih, bahkan jika ditotal dengan jeda waktu berikutnya sekitar 801 orang.
“Kita tidak mau mengulangi terjadinya tragedi elektoral. Karena beban kerja yang tidak manusiawi. Selain itu beban teknis yang sangat berat dan cenderung tidak manusiawi. Kalau Pileg, Pilkada dan Pileg pada tahun 2024, karena kalau di Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 201 Ayat 8,” ungkapnya.
Disebutkan Pilkada serentak nasional pada Bulan November 2024 akan sangat tidak logis dari sisi beban, akan membuat jauh dari politik gagasan. Karena pertarungan isu terlalu banyak. Saling rebutan isu, akhirnya bisa menimbulkan kebingungan-kebingungan masyarakat.
“Pengetahuan pemilih bisa bermasalah, karena tadi, aktor terlalu banyak isu tumpang tindih akhirnya seperti di 2019 surat suara tidak sah, bisa sangat banyak. Bahkan sampai 19 persen,” sambungnya.
Kemudian ia mengusulkan agar ada normalisasi jadwal Pilkada di mana 2022-2023, itu tetap ada Pilkada. Kalaupun misalnya tidak keburu karena anggaran harus disiapkan dari 2021 misalnya, apakah digabung 2022 dan 2023.
“Tapi yang penting tidak di 2024. Kalau bisa tetap dengan jadwal 2022 dan 2023, lalu kemudian Pilkada serentak nasionalnya pada awal 2027,” tutupnya.