Abrasi dan Rob, Bala-balakang Dibayangi Ancaman Tenggelam

Reporter: Sudirman Syarif

MAMUJU, mandarnesia.com — Setidaknya belasan titik pemukiman warga di Provinsi Sulawesi Barat terendam banjir rob, Ahad (5/12/2021). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi, fenomena rob akan berlangsung hingga dua hari ke depan.

Pulau Ambo, Kecamatan Bala-balakang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat diantara pemukiman yang menderita banjir rob terparah di penghujung Tahun 2021 ini, abrasi dan kerusakan terumbu karang ditengarai menjadi salah satu penyebab kecamatan yang berpenduduk sekitar 2.705 kepala keluarga ini terancam tenggelam di masa yang akan datang.

Merujuk pada data Tahun 2014 bersumber dari Rani, chair et al, Pulau Ambo mengalami abrasi yang cukup signifikan. Sekitar 2 sampai 3 hektare garis pesisir pantai hilang sejak tahun 2014 hingga 2020. Kondisi ini juga terjadi di pulau-pulau lain di Kecamatan Bala-balakang.

Pemerhati Kemaritiman Sulawesi Barat Muhammad Ridwan Alimuddin beberapa kali melakukan kajian di Pulau Ambo dan beberapa pulau di Kecamatan Bala-balakang. “Di sana harus diakui banyak aktivitas pengeboman ikan, dulu ada terumbu karang yang berfungsi ekologi sebagai pelindung, itu hancur. Karena hancur, tadinya pulau-pulau ini terlindung ketika ombak besar,  menjadi rentang terhadap abrasi.”

“Tahun lalu saya mengukur pulau-pulau kecil di Bala-balakang, rata-rata itu mengalami abrasi tiga hektare, itulah beberapa faktor, hingga pasang sampai ke pemukiman penduduk,” kata Ridwan kepada mandarnesia.com.

Ia menyampaikan, beruntung tidak terjadi hujan deras secara bersamaan saat pasang, karena akan berbahaya, air tidak bisa mengalir lancar ke laut akibat pasang.

Dijelaskan Ridwan, lebih banyak faktor yang ‘mendukung’ pulau-pulau di sana tenggelam. Pelindung pulau sudah tidak ada, menyebabkan lebih mudah abrasi dihantam gelombang, pemanasan global yang menyebabkan naiknya permukaan air laut, dan pulau-pulau di sana masuk kategori pulau kecil.

“Kalau semua pulau di Bala-balakang digabung jadi satu, itu kira-kira hanya 1/4-nya Pulau Karampuang di Mamuju. Jadi yang bisa dilakukan ke depan, paling ekstrim adalah memindahkan penduduk di sana ke pulau yang ukurannya relatif besar, baik di Kepulauan Bala-balakang atau ke pulau induk,” kata Ridwan.

Langkah lain, pulau-pulau yang parah sekelilingnya dipasang pemecah ombak, bukan tanggul. Tapi pemecah ombak, tinggal diatur jarak satu sama lain. “Kalau pemecah ombak, berpotensi menumbuhkan kembali pasir dibaliknya atau di garis pantai. Jadi bisa memulihkan kondisi pulau, selain merehabilitasi terumbu karangnya.”

Pasca banjir rob, warga Bala-balakang masih bertahan di rumah masing-masing. Banjir rob berlangsung sekitar pukul 16.00 Wita. Menurut Warga Bala-Balakang Wahab, ketinggian ombak kurang lebih 2 meter menghantam pemukiman warga Pulau Ambo.

Pemandangan tersebut terjadi setiap tahunnya di Ambo, dan merata di semua pulau di Kecamatan Bala-balakang. “Saat air pasang, warga ketakutan, sampai saat ini belum ada penangan dari pemerintah, jika ini dibiarkan terus, maka bukan hal mustahil kepulauan Bala-balakang bisa tinggal nama,” kata Wahab kepada mandarnesia.com.

Dengan kondisi hidup di tengah laut, masyarakat Bala-balakang seakan pasrah dengan keadaan yang ada. “Kalau ombak besar dan angin kencang, paling tidak keluar melaut dan tidak mungkin meninggalkan pulau,” tutupnya.

Prakirawan BMKG di Majene Aditya Randianto menyebut kajian BMKG terkait banjir rob berkaitan dengan terjadinya pasang maksimum air laut dikarenakan jarak terdekat bulan ke bumi. Ditambah fenomena gelombang tinggi yang melanda Sulbar.

“Sehingga mengakibatkan terjadinya rob di beberapa wilayah pesisir Sulbar. Gejala alam alamiah yang dikarenakan bertepatannya pasang maksimum yang terjadi pada saat angin Barat kuat, sehingga menambah potensi untuk terjadinya banjir rob,” ungkap Aditya kepada mandarnesia.com.

Sumber Foto: Fans Page Bala-balakang Island