Nurdin Hamma: Mandar Sejak Lama Demokratis

Nurdin Hamma: Mandar Sejak Lama Demokratis -

ALU – Salah satu budayawan Mandar senior, Nurdin Hamma menjelaskan bahwa konsep dari Pitu Babana Binanga (Tujuh Kerajaan di Pesisir) menandaskan bahwa orang Mandar telah memiliki konsep hidup terbuka terhadap dunia luar. Orang Mandar disebutnya sejak lampau sudah mampu berfikir moderen.

Hal tersebut dijelaskan Nurdin Hamma dalam panggung Ekspresi Bestem yang digelar di lapangan Desa Mombi, Kecamatan Alu, (21/10/2017) Ahad malam. Konsep penggunaan nama ‘Baqba’ yang bermakna pintu, berarti keterbukaan.

Padahal menurut lelaki yang telah memasuki usia senja tersebut, kemampuan Mandar pada saat itu, masih sangat terbatas. Sejarah Kerajaan Balanipa, pada zaman Raja kedua yang bergelar To Mepayung mengikat satu perjanjian, Pitu Ulunna Salu (PUS) dan Pitu Babana Binanga (PBB).

Kelompok kerajaan pesisir, mereka mencari nama baru, dan menyelipkan kata ‘Baqba’ yang berasal dari bahasa Arab. Sementara dalam sejarah, Islam masuk di Balanipa pada saat masa Raja keempat.

Istilah Baqba telah digunakan pada masa kepemimpinan To Mepayung. “Hal seperti ini mesti kita kaji dan dibahas sebab telah menjadi bahasa komunikasi pemerintah pada saat itu.”

“Ada akulturasi, kita memiliki pemikiran terbuka dan kita bisa menyesuaikan diri dan ini menjadi kebanggaan orang Mandar,” kata Nurdin.

Dirinya juga menegaskan, jauh sebelum Indonesia Merdeka, konsep pemerintahan Kerajaan Balanipa sudah menganut sistem pemerintahan demokrasi. “Raja diangkat melalui pemilihan pada saat itu.”

“Kebudayaan Mandar, harus berbaur dengan kebudayaan Islam, dan barat,” tutup lelaki yang menjadi guru bagi banyak pegiat budaya di Mandar. Nurdin Hamma sosok yang masih sangat semangat dan aktif membicarakan perkembangan kebudayaan Mandar.

#SudirmanSyarif