Catatan dari Hari Literasi Internasional di Sulawesi Barat

Mandarnesia.com — Bak jamur di musim hujan. Gerakan literasi di Sulawesi Barat beberapa tahun terakhir sedang tumbuh ke setiap sendi komunitas warga.

Mulai dari gerakan komunitas perkotaan hingga pelosok menggaungkan pentingnya gerakan literasi yang sedang memperingati Hari Aksara Internasional, 9 September.

Ahad 9 September, menjadi refleksi bagi setiap komunitas yang (masih) kurang mendapat perhatian itu dari pemerintah untuk berinovasi mencerdaskan bangsa

Rumpita, salah satu komunitas yang getol berliterasi di Sulbar menekankan, ke depan kampanye literasi tidak lagi dalam bentuk gelar buku atau lapak buku. Tapi harus menciptakan atau menerbitkan buku.

“Kita tak boleh hanya asyik bawa buku ke desa-desa. Tapi harus meninggalkan ‘virus’ di setiap desa dengan meninggalkan buku bacaan,” kata Direktur Rumpita Muhammad Munir kepada mandarnesia.com melalui sambungan pengantar WhatsApp, Ahad (9/9/2018) sore.

Menurutnya, gerakan literasi juga tidak boleh hanya berkutat pada sesi membaca. Namun sekaligus memperjuangkan bacaannya.

Mengutip dari data statistik yang disampaikan UNESCO tahun 2012, indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Angka UNDP juga mengejutkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen saja. Sedangkan Malaysia sudah 86,4 persen.

Munir melihat rendahnya nilai budaya literasi, karena pejabat dan birokrat pendidikan tidak paham tentang literasi.
Akibatnya, gerakan literasi tidak menjadi bagian dari kurikulum, termasuk dalam Kurikulum 2013.

Sementara capaian tahun 2017 berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) serta Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud, penduduk Indonesia yang telah berhasil diberaksarakan mencapai 97,93 persen.

Angka buta aksara usia 15-59 tahun di Indonesia berdasarkan provinsi masih terdapat 11 Provinsi memiliki angka buta huruf di atas angka nasional yaitu Papua (28,75 persen), NTB (7,91 persen), NTT (5,15 persen), Sulawesi Barat (4,58 persen), Kalimantan Barat (4,50 peren), Sulawesi Selatan (4,49 persen), Bali (3,57 persen), Jawa Timur (3,47 persen), Kalimantan Utara (2,90 persen), Sulawesi Tenggara (2,74 persen), dan Jawa Tengah (2,20 persen).

Artinya, ini menyisakan 2,07 persen atau 3.387.035 jiwa (usia 15-59 tahun) yang belum melek aksara.

Selain itu budaya menonton juga menjadi
Penyebab atau benalu rendahnya budaya membaca masyarakat. Berdasarkan data BPS, yang dikuti dari Liputan6.com, jumlah waktu yang digunakan anak Indonesia dalam menonton televisi adalah 300 menit per hari.

Sungguh jumlah yang terlalu besar dibanding anak-anak di Australia yang hanya 150 menit per hari dan di Amerika yang hanya 100 menit per hari. Sementara di Kanada 60 menit per hari.

Reporter: Sudirman Syarif

Foto: Prendy