MAJENE – Peraturan Daerah (Perda) tentang keberadaan Minuman Keras (Miras) di Kabupaten Majene tidak semulus yang diharapkan. Pemerintah setempat pada akhirnya akan melakukan pembatalan menyusul penolakan berbagai pihak.
“Beberapa masyarakat termasuk ormas Islam supaya perda miras dibatalkan. Kemudian setelah kita bangun komunikasi dengan bupati, maka perda ini akan dimohonkan kepada Gubernur supaya dibatalkan,” jelas Ketua DPRD Kabupaten Majene Darmansyah kepada mandarnesia.com, saat dihubungi, Rabu (3/1/2018).
“Akan dilakukan pembatalan karena banyak masyarakat yang menghendaki itu,” lanjutnya.
Mekanisme pembatalan tersebut sesuai dengan Peraturan Mendagri Nomor 80 Tahun 2009 Pasal 141 bahwa peraturan daerah yang baru disahkan sepanjang usianya belum mencapai tujuh hari. Menurut Darmansyah, yang boleh melakukan pembatalan pihak pemerintah.
“Kita tidak punya kewenangan ke sana. Yang punya kewenangan itu (pembatalan) adalah pemerintah lebih di atas dari kita,” ucap politisi PAN Majene ini.
Yang perlu dipahami ungkap Darmansyah, sesungguhnya keberadaan perda merupakan salah satu cara untuk dapat memberikan kemudahan bagi pemerintah dalam mengawasi peredaran miras yang ada di Kabupaten Majene.
“Sebenarnya rohnya perda itu banyak yang tidak paham, padahal tujuan kita di Perda itu (agar) mudah diawasi, dipantau, kemudian bisa dikendalikan. Tentu ada kajian sosiologisnya. Sehingga, Perda ini dilahirkan walupun kebijakan kita lahirkan dengan niat tujuannya bagus, tapi ketika yang mengkonsumsi tidak menerima, saya fikir itu juga harus dihargai,” katanya lagi.
Sekalipun perda itu akan dibatalkan, ia menambahkan pihaknya telah mengundang beberapa pihak yang terkait untuk membicarakan sekaligus meluruskan permasalahan yang terjadi, dan berharap ada masukan yang dihasilkan dalam pertemuan tersebut.
“Insya Allah sebentar pada jam kedua akan saya terima. Semua elemen akan hadir khususnya ormas Islam, MUI, Depag, NU, Muhammadiyah. Kemudian Dewan Masjid dan beberapa tokoh masyarakat lainnya,” sebutnya.
“Kita luruskan bahwa seperti ini yang terjadi. Tapi disamping itu kita minta saran dan pendapatnya mereka yang terbaik untuk pengendalian miras di Majene, itu yang kita harapkan. Karena kita melahirkan Perda berdasarkan aspirasi yang berkembang di masyarakat,” ungkapnya.
Sebelumnya dalam perda tersebut Darmansyah menjelaskan beberapa poin yang menjadi isi peraturan miras itu.
“Salah satu isinya adalah penjual miras Itu hanya bisa mereka menjual pada hotel berbintang tiga, empat dan lima begitu juga pada tempat tertentu, misalnya di bar kemudian di klub malam. Lagi-lagi yang saya sebutkan tidak ada di Majene, hanya itu yang (boleh) mereka tempati menjual,” katanya.
“Kemudian ketika didapati, selain yang diatur dalam perda tersebut, kalau mereka menjual bisa ditindak. Tapi sekarang ini tidak bisa kita tindak karena tidak ada aturan yang bisa kita jadikan sebagai payung hukum untuk pemerintah daerah,” tandasnya.
Reporter: Ayub Kalapadang
Foto: abdurakhman.com