Para “Ghuraba” Bangsa

Foto: Repro

Oleh : Ilham Sopu

SECARA bahasa arti dari “Ghuraba” adalah asing, orang yang Ghuraba adalah orang yang pandangan-pandangannya atau pemikiran-pemikirannya  tidak familar di masyarakat, terasa asing, aneh, kurang diminati.

Para pembawa agama awalnya adalah para ghurabaa, Nabi Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad saw, awalnya adalah para ghurabaa, yang membawa suatu misi yang suci atau membawa kebenaran tapi kurang direspon oleh masyarakat tempat dia diutus.

Nabi pernah bersabda, “Islam itu hadir dalam keadaan asing, dan akan kembali menjadi asing sebagaimana semula, maka beruntunglah orang-orang yang asing”.

Pernyataan nabi di atas, bahwa kebenaran yang dia bawa merupakan titipan dari Tuhan itu akan ditantang para penguasa pada waktu itu.

Para penguasa Quraisy merasa terusik dengan apa yang disampaikan oleh nabi, karena akan mengganggu eksistensi mereka atau pemahaman yang selama ini mereka pegang menyangkut penyembahan berhala.

Mereka yakin kalau nabi dibiarkan menyampaikan risalahnya, itu akan mengganggu atau mengikis warisan kepercayaan yang didapatkan dari nenek moyang mereka.

Ghuraba atau kebenaran yang dibawa oleh nabi, dihadapan para kafir Quraisy itu terasa asing, karena mereka sudah lama terkontaminasi dengan paham-paham politeisme sehingga mereka sudah tidak bisa membaca lagi kebenaran-kebenaran yang disampaikan kepada mereka.

Pembawa kebenaran dalam hal ini nabi, itu adalah orang asing atau ghariban, karena ajaran yang Dia bawa tidak familiar dengan masyarakat yang dia hadapi. Dan para pejuang kebenaran akan mengalami banyak tantangan, apakah  tantangan itu sifatnya internal maupun eksternal.

Para penentang nabi itu kebanyakan dari keluarga nabi sendiri. Sehingga nabi merasa berat dalam memperjuangkan kebenaran yang diperjuangkan. Di samping juga karena sangat sedikit yang membantu nabi dari kalangan keluarganya.

Begitulah para “Ghuraba”, tidak pernah berhenti dalam menyuarakan kebenaran. Dalam konteks keindonesiaan, perjalanan bangsa pasca kemerdekaan, baik baik pada masa  orde lama, orde baru maupun di orde reformasi, banyak terjadi ketimpangan dalam mengelola negara. Dan terjadi dari orde ke orde.

Ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di setiap orde, itu selalu saja muncul para ghuraba bangsa yang meneriakkan jalan kebenaran sekalipun jumlahnya sedikit dan tak terlalu dihiraukan oleh penguasa.