My Trip My Adventure To Mamasa

Netizen : Ananta Dzakirah

“Tuh kayak di Eropa” ucap ayah sambil meniupkan napasnya yang berasap, persis seperti musim Salju di Eropa sana. Aku mengikuti ayah dan asap itu menandakan betapa dinginnya Mamasa. Kami harus mendaki jalan setapak lalu menuruni yang curam dengan hati-hati karena licin. Kami akan berjalan menuju sungai desa Ramsar (Rambu` Saratu).

Di sana akan diadakan simulasi bagaimana kotak suara mengalami kendala di perjalanan seperti hanyut, atau sewaktu waktu jatuh di tempat becek.

Simulasi tersebut dilakukan oleh seorang anggota KPU Mamasa yaitu Om Marthen Buntupasau dan seorang anggota staf lainnya. Motor yang digunakan sangat pelan saat akan menyeberangi jembatan gantung Ramsar. Kami pun menyempatkan foto bersama di dekat sungai dengan latar alam yang masih asri. Rasa tak rela pun menyeruak saat akan meninggalkan desa itu karena keindahan alamnya.

Dzakirah Ananta bertemu mentor jurnalistik terbaik di Sulawesi Barat, Rusman Tony (FB: Adi Arwan Alimin)

Sepulang dari sana, kami singgah  di Kompleks rumah adat Mamasa yang bentuknya mirip dengan rumah-rumah Toraja, di sana asal usul setiap bentuk rumah dijelaskan oleh Bu Limbong Lele.

Meninggalkan Kompleks rumah Adat, kami melanjutkan perjalanan ke kantor KPU Mamasa. Disana pun kami langsung disambut nasi kuning yang masih hangat. Sangat cocok saat cuaca dingin  dan perut yang mulai keroncongan. Tanpa pikir panjang para anggota yang kelelahan langsung melahapnya. Aku juga ikut menyerbunya tapi karena rasanya yang lumayan pedas piringku pun masih menyisakan nasi kuning enak itu.

Selesai makan, kami melaju pulang ke hotel karena lanjutan acara segera dimulai. Aku dapat giliran pertama membersihkan badan, tapi baru saja menyiram kaki bibirku  langsung bergetar. Kulanjutkan saja mandi dengan sedikit air, karena dinginnya seperti air es yang ditambah es batu. Brrr… aku menggigil kedinginan, pertanda dinginnya air Mamasa.

 Setelah berpakaian, aku duduk santai di salah satu kursi sambil membaca berita yang semalam kubuat. Beritanya sudah diedit oleh teman ayah bernama om Yudi. Karena berita yang berjudul: “Rakor Di Negeri Atas Awan” itulah sehingga aku begadang semalam. Akibatnya aku terlambat bangun. Berita itu sudah beberapa kali dibagikan di media sosial.

Sebelum ayah mandi, ia menantangku  lagi untuk membuat berita tentang Simulasi Distribusi Logistik yang baru saja dilakukan di sungai Rambu Saratu.

Setelah ayah selesai dan siap dengan pakaian lengkapnya, kami langsung turun ke aula yang ada di lantai dua. Dan aku pun duduk melanjutkan beritaku, lalu berusaha supaya berita ini selesai dan segera diedit. Kupercepat jari-jariku ini bergerak di atas keyboard laptop.

Nah ini kok jadi bahas KPU? di hotel ini pemandangan lepas bisa dilihat dari balkon masing-masing kamar. Suasana yang dingin membuatku memasang penutup kepala. Ada gunung yang selalu ingin kulihat, tapi susah karena selalu tertutupi kabut yang tebal. Hmm.. aku lupa nama gunungnya, tapi puncaknya selalu menjadi wallpaper yang cantik jika ingin foto.

Juga saat kita kesini biasanya melewati tebing-tebing yang berwarna hitam atau merah, Mamasa sepertinya jadi lokasi bagus untuk foto berwalpaper alam. Ada sawah yang luas, sungai yang deras dan masih banyak keindahannya lainnya. Bahkan jika ingin ke Toraja ataupun Pinrang, kita bisa lewat Mamasa. Meskipun kalau ke Pinrang bukan tembus di kota tapi daerah pedalaman Pinrang.

Mambulilling, Berselimut kabut, Setelah selaksa lindu, Di tapakmu Kondo Sapata, Berhulu Wai Sapalelean, Pitu Ulunna Salu, Renjana Adaq Tuo Mata malotong-mapute Sipamandaq…(Adi Arwan Alimin)

Waktu shalat Jumat hampir tiba, ayah segera bersiap dan menyuruhku di kamar saja. Aku menurut tapi aku meminta ketukan dengan irama tertentu supaya aku tahu kalau itu ayah atau bukan. Ayah setuju dan memberikan ketukan irama pendek. Ayah pun pergi shalat jumat, sedangkan aku di kamar menyelesaikan rutinitas berupa makan, shalat dan menonton.

Waktu pulang hampir tiba ayah minta tolong padaku untuk membereskan kamar di atas. Segera saja diriku berlari menuju lantai empat dan mengumpulkan pakaian kotor, memasukkannya ke sebuah kresek putih. Dan mengumpulkan masing-masing tas, kubuka sweater ku dan kuletakkan di atas tasku. Lalu kutinggalkan kamar yang sudah mulai agak rapi.

Aku menunggu ayah di aula kedua, penutupan sudah berlangsung dan diakhiri dengan foto bersama. Kami pun pulang pada jam 17.16. “Mamasa kota indah di atas awan, dengan hamparan sawahnya, aliran sungainya dan keajaiban alam yang berasal dari Allah Semata”

Mamuju, Senin, 30 Desember 2018