Merawat Identitas Lokal Menuju Desa Maju

Netizen: Nur Berlian Anggota Komunitas Lantera Sambaliwali

SAMBALIWALI merupakan sebuah desa di bagin terpencil Kecematan Luyo, Polewali Mandar. Desa ini mengadakan sebuah festival pekan olahraga dan seni budaya lokal yang dimulai 14 Juli lalu dan berakhir 1 September 2019 dan ditandai penutupan Harlah Desa Sambaliwali.

Yang menarik dari acara penutupan ini, konsep serta tema yang diangkat, menjaga identitas lokal menuju desa maju, mandiri, dan berdaulat.

Konsep dan temanya yang disampaiakan Ketua Panitia Syamsul Rijal dalam laporannya, Harlah desa yang ke-22, ketika membahas masalah identitas lokal maka akan mengacu pada apa yang menjadi ciri khas di desa tersebut.

“Bisa kita lihat dan harus kita ketahui bahwa Desa Samabliwali merupakan desa yang mempunyai sumber daya alam yang cukup baik,” kata Syamsul Rijal Ahad (1/9).

Menuju desa maju, mandiri, dan berdaulat, hal ini dibuktikan dari konsep panggung yang sederhana, seperti tenda beserta stan per dusun yang juga menyediakan masakan lokal. Setiap hiburan yang ditampilakan juga sangat kental dengan budaya lokal.

Seperti tarian penyambutan dari pelajar setempat yang bertajuk litaq pembolongan. Menampilkan kesan yang begitu anggun dalam Mandar disebut malumu pessoee.
Juga penampilan lain paccalung dari sanggar seni siammassei, mappadendang yang merupakan sejenis permainan dan tradisi panen yang dimainkan lima sampai enam orang dari sanggar seni siammessei Sambaliwali.

Semua hiburan yang ditampilkan, paling menarik perhatian masyarakat parrawna towaine massal (penabuh rebana wanit) di mana ini merupakan gelaran pertama lima grup parrawana towaine digabung dalam satu kali tampil yang terdiri dari 28 personil.

Seakan menambah indahnya kesan lokal yang menyatu dengan suasan desa beserta riuhnya sorakan dan tepuk tangan dari masyarakat sekitar, menjadi bukti antusias masyarakat Sambaliwali.

Gelar sendratasik hikayat lumbung pangan”teter yang dimainkan anak-anak Sambaliwali seakan menjadi gambaran kehidupan dari masyarakat setempat.

Seperti yang dikatakan Nurdin, Hikayat lumbung pangan bercerita soal kekayaan pangan mulai dari passari sikola dan hasil tanaman lainnya. Hingga datang gangguan yang merusak lumbung pangan.

Teater ini merupakan gambaran nyata kehidupan masyarakat Sambaliwali dan juga menjadi wadah untuk menyadarkan mereka.

“Alasan dari tema yang kami angkat yaitu menjaga identitas lokal menuju desa maju mandiri dan berdaulat, karena identitas lokal merupakan kekuatan kita dalam membangun desa,” tutur Nurdin.*