Membincang Musik Tradisional Mandar

Membincang Musik Tradisional Mandar -

MUSIK tradisi Mandar semakin punah? Demi pelestarian kesenian di daerah, pemerhati musik dan warga Tinambung melakukan diskusi kecil-kecilan hingga melangsungkan seminar. Geliat menjaga kesinambungan.

Salah satu warga Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar, Hardi Jamal via status Facebook mengatakan, ia melangsungan diskusi bersama Lurah Tinambung Rifai Husdar dan Fachruddin S.Pd, soal musik tradisional Mandar.

“Bincang sore hari ini dengan Mahganna Sahab. Tentang musik tradisi yang hampir punah. Sebelum diskusi diawali kesepakatan, yang hampir punah di bagian mana, alat, pelaku, atau pakem ketukan, lagu/notasi yang dimainkan para maestro pelaku musik tradisi. Sepakat, yang hampir punah adalah pelaku yang menguasai pakem musik tradisi baik itu kacaping, calong, rawana, dan sebagainya. Hari ini yang banyak pemain musik tradisi,” tulis Hardi, Senin (10/4) malam.

Ia juga menuturkan, pemain hanya memainkan alat musik tradisi dengan mengeksplorasi, mengkreasikan bunyi sesuai takaran kenikmatan sendiri. Sedangkan pelaku mempunyai tanggung jawab moral menguasai dan faham memainkan sesuai pakem musik tradisi.

“Selanjutnya dianggap sah untuk mengeksplor, mengkreasi, demi pertimbangan bentuk estetika bunyi yang lain yang dianggap komersil.

Fakta hari ini, di luar para maestro, generasi di bawahnya hanya pemain musik tradisi, bukan pelaku. Hampir semua teman-teman seniman yang memainkan alat musik tradisi di even kesenian, tidak mampu menguasai atau memainkan pakem musik tradisi itu sendiri,” katanya.

Sementara itu, penikmat musik tradisonal Mandar Hamzah Ismail menilai, musik tradisional tidak akan pernah punah. Karena sangat banyak even seni budaya yang boleh jadi dapat membantu sebagai wahana pelestarian seni musik tradisi.

“Dua hal yang perlu dilakukan terkait dengan keberadaan seni musik tradisional (Mandar, red) ini, yakni upaya pelestarian dan upaya pengembangan. Tentu tidak ‘haram’ jika instrumen musik tradisional diadaptasi sedemikian rupa untuk mampu menjawab kemajuan musik sekarang ini yang serba digital. Namun demikian upaya pelestarian seni musik tradisional yang pakem tentu tetap perlu menjadi perhatian,” jelas juga Hamzah via Facebook.

Dan, yang perlu diupayakan lanjut Hamzah, mewujudkan masyarakat penikmat seni musik tradisi.

“Disamping upaya membina dan melahirkan seniman seni musik dalam perspektif pelestarian maupun dalam perspektif pengembangan,” ucapnya.

Pegiat Etnomusikologi Mandar Sahabuddin Mahganna menjelaskan, menjadi pelaku tradisi khususnya musik tidak semudah membalikkan telapak tangan, sebab sebelum menyentuh instrumennya terlebih dahulu merasakan getaran secara hakiki.

“Minimal menghargai bahwa ia lebih dulu mengenal dunia sebelum kita membahasnya seperti sekarang ini,” ujar Sahabuddin.

Perlu dipahami bahwa mereka pelaku tradisi bukan hanya mengenali, namun memahami. Para pegiat baru hari ini masih dalam taraf mengenali, tapi belum memahami. Musik pakem tidak untuk ditinggalkan hanya karena ekplorasi instan, namun dia harus dimengerti dari mana instrumen itu. Apa yang dikandung dalam material musiknya, secara fisik mungkin benda mati, tetapi ia hidup karena pelakunya menjadikannya bernilai.

“Penciptaanya ditemukan dari alam, sehingga keharmonisan bumi terlahir setelah kebudayaan musik mengakar di setiap individu, instrumen tidak akan punah selama pelakunya masih ada, namun alunan akan mengalami perubahan sebab terlalu jarang bahkan sulit melakukan secara pakem. Perbedaan zaman menjadi penanda ubahan itu, akan tetapi perbedaan zaman tidak harus mengerdilkan untuk tidak berupaya seperti dari apa yang mereka lakukan di zamannya,” pungkasnya. (*)

#BusriadiBustamin