MAMUJU, mandarnesia.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku menerima banyak laporan dugaan pelanggaran penyalagunaan dana desa di setiap daerah, termasuk Sulawesi Barat.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pengawasan dana desa sebenarnya bukan tanggung jawab KPK berdasarkan UU pasal 11 yang hanya membolehkan KPK menangani kasus korupsi di atas Rp1 miliar.
“Kalau dana desa banyak pengaduan dan laporan masyarakat yang diterima KPK, betul. Tapi kemudian kalau ada indikasi bahwa terjadi korupsi kita akan rekomendasikan pihak setempat atau kita limpahkan dulu ke Kementerian Desa,” kata Marwata kepada mendarnesia.com, Kamis (11/7/2019).
Dijelaskannya, dana desana ada pengawasan, kebetulan diketahui Bibit Samad Rianto manta Komisioner KPK yang menjadi Satgas Pengawasan Dana Desa. KPK akan sampaikan kepada Kementerian Desa supaya dilakukan klarifikasi terkait dengan laporan pengaduan masyarakat pelanggaran dana desa.
“Nah, yang menjadi persoalan begini teman-teman, apakah setiap penyimpangan dana desa itu harus diselesaikan di pengadilan. Taruhlah misalnya ada kepala desa yang terang-terangan memalsukan kuitansi Rp25 juta. Itu uang dipakai sendiri, menurut UU itu korupsi pasti menjadi persoalan,” ungkapnya.
Apakah itu harus diselesaikan, kata Marwata, dibawa ke pengadilan atau tidak? Dalam pemberantasan korupsi juga harus menganut efektivitas dan efisiensi.
“Jadi kalau uang yang diambil Rp25 juta, kemudian untuk biaya proses perkara itu mulai dari penyelidikan, penyidikan penuntutan, sampai dengan sidang di pengadilan dan kemudian pelaku dihukum satu tahun. Sementara biaya menghabiskan sampai Rp200 juta, kita menyelamatkan uang Rp25 juta tetapi mengeluarkan Rp200 juta.
Disampaikannya, sanksi tidak harus pidana, itu bisa DPD-nya berhentikan tidak hormat. Itu juga sanksi dan itu akan mendapat efek terhadap kepala desa yang lain. Itu sebetulnya pemberantasan korupsi harus efektif, efisien, dan profesional,” tutupnya.
Reporter: Sudirman Syarif