Oleh : Muhammad Irfan Syarif
Sampah selalu menjadi masalah krusial di masyarakat, khususnya daerah kota yang membutuhkan terlihat bersih dan sehat.
Pada umumnya sampah hanya dijadikan sebagai bahan yang diambil dari tempat sampah di lingkungan lalu di drop ke pembuatan akhir. Tapi sampah tidak pernah difilter diawal melalui institusi terkecil di kelurahan dan desa.
Sesungguhnya kesadaran akan kebersihan itu ada pada setiap orang, bukan hanya itu, sampah juga sebenarnya membutuhkan sentuhan yang massif untuk dijadikan sebagai sumber penghasilan daerah.
Sampah yang di tempatkan di pembuangan akhir bisa saja kita kelola lebih dahulu melalui perusahaan daerah yang fokus mengelola sampah. Lalu sampah akan difilter untuk dijadikan sumber penghasilan dengan melibatkan komponen yang membutuhkan sampah sebagai penghasilan yang diharapkan mampu menutupi biaya kehidupan sehari-hari mereka.
Di Makassar sudah ada perusahaan tersendiri yang mengelola sampah kota. Mereka bekerja sangat sistematis karena tahu bagaimana sampah menjadi asset utama dalam menjalankan usaha pengelolaan sampah.
Kita hanya membutuhkan data valid tentang jumlah produksi sampah yang kita miliki. Lalu kemudian data ini kita olah sebagai bahan dasar untuk memunculkan biaya pengelolaan sampah. Tapi datanya harus daya valid, bukan data BPS yang biasa dimainkan oleh mafia menurut mantan Menteri Pertanian.
Kita kembali ke sampah yang dikelola oleh Perusahaan Daerah. Zaman sekarang kita sudah banyak disuguhkan tekhnologi terapan.
Lalu infrastruktur pengelolaan yang dibutuhkan. Sesungguhnya bisa dengan cara membangun MOU dengan pihak yang membutuhkan material produk dari mengeluarkan sampah itu sendiri.
Disini pentingnya membangun koneksi dan komunikasi dengan pihak produsen tertentu yang membutuhkan produk sampah yang dimaksud.
Ini soal bagaimana kita memandang sampah sebagai sahabat yang mampu dijadikan sebagai bagian dari simbiosis mutualisme untuk Daerah.
Foto : Muhammad Irfan Syarif