Menpan RB: Jangan Sampai ASN Jadi Tim Sukses Pilkada

Reporter: Sudirman Syarif

JAKARTA, mandarnesia.com — Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo meminta ASN mampu menjaga netralitas, profesionalisme. Serta memantau proses Pilkada 2020 tanpa memandang latar belakang calon kepala daerah yang berkompetisi.

“Siapapun yang dipilih, siapapun yang bersaing, dalam konteks Pilpres sampai Pilkada dan pemilihan anggota kabinet, profesionalisme ASN harus dijaga dengan baik,” katanya dalam webinar netralitas dan kewaspadaan politisasi ASN dalam pilkada serentak Tahun 2020, Senin (10/8/2020).

Dikatakan, Pilkada dan pelayanan publik harus dapat berjalan beriringan sebagai bagian dari proses yang komprehensif dalam menegakkan netralitas ASN. Hal tersebut dilakukan karena dimensi netralitas ASN yang mencakup pelaksanaan Pemilu atau Pilkada, penyelenggaraan pelayanan publik, pembuatan keputusan atau kebijakan, dan manajemen ASN.

Tjahjo kembali mengingatkan ASN sebagai pelayan publik, agar tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis. “Tugas ASN memberikan pelayanan kepada masyarakat, membangun birokrasi yang profesional, menggerakkan dan mengorganisir masyarakat tanpa melihat dari latar belakang apapun, dan juga jangan sampai ASN ini terlibat dalam tim sukses kepala daerah atau incumbent kepala daerah,” ungkap Tjahjo.

Ketidaknetralan ASN dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat bahkan dalam internal pemerintahan. Pelayanan publik menjadi diskriminatif, munculnya kesenjangan, konflik kepentingan, serta menurunnya profesionalisme dalam lingkup ASN. “Jangan sampai Pilkada lima tahunan ini akan menganggu kualitas layanan publik dan independensi ASN,” imbuhnya.

Hasil survei bidang pengkajian dan pengembangan sistem Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) pada tahun 2018 menunjukkan setidaknya terdapat enam penyebab terjadinya pelanggaran netralitas ASN. Pertama, pemberian sanksi masih lemah. Kedua, ketidaknetralan ASN yang masih dianggap lumrah.

Ketiga, kurangnya integritas ASN untuk bersikap netral. Keempat, adanya intervensi dari pimpinan, kurangnya pemahaman regulasi tentang netralitas ASN. Kelima, adanya motif untuk mendapatkan atau mempertahankan jabatan, materi, atau proyek. Keenam, adanya hubungan kekeluargaan atau kekerabatan dengan calon. (*)

Foto : Ist